BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Laatar
Belakang
Kualitas air adalah
istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan
tertentu, misalnya : air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri,
rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air
untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat
diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian
yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisika, biologi, atau uji kenampakan
(bau dan warna) (ICRF, 2010)
Lima syarat utama kualitas air bagi
kehidupan ikan adalah (O-fish, 2009) :
- Rendah kadar amonia dan nitrit
- Bersih secara kimiawi
- Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang sesuai
- Rendah kadar cemaran organik, dan
- Stabil
Air sangat mudah terpengaruh oleh berbagai faktor baik secara internal
maupun eksternal. Secara internal, di antaranya adalah wadah air itu sendiri
(jenis wadah/tanah, tekstur tanah, kandungan bahan organik, konstruksi, bentuk
dan ukuran kolam), kondisinya, organisme yang tersedia ada dan yang ditanam
serta vegetasi di sekitarnya. Sedangkan secara eksternal, lingkungannya seperti
sumber air (tawar, payau, asin), cuaca/musim dan cara/sistem pengelolaannya
seperti monokultur, polikultur, mixed farming, tradisional, ektensif dan
intensif.
Pengukuran kualitas air dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu, yang pertamana adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan
kimia, sedangkan yang kedua adalah pengukuran dengan menggunakan parameter biologi.
(Sihotang, 2006)
Kriteria penentuan kualitas air terus mengalami perkembangan. Sebelum
abad ke 20, penentuan kriteria kualitas air hanya berdasarkan pada hasil
analisis fisika-kimia air. Pada awal abad ke 20 para ahli mulai melakukan
penelitian dan studi tentang biota perairan, baik mengenai individu maupun
struktur komunitas (Basmi, 2000). Pengukuran secara kualitatif maupun
kuantitatif atas biota yang menghuni suatu perairan dapat menjelaskan kondisi
kualitas air perairan tersebut. Hal ini dikarenakan faktor fisika-kimia air
berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota yang ada di dalamnya.
Salah satu jenis biota yang sering digunakan untuk keperluan analisis
kualitas air adalah plankton, yang terdiri dari dua kelompok, yaitu
fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan microalgae yang
hidup bebas di kolom air (free living algae) dan berfungsi sebagai
sumber oksigen terlarut, pakan alami, serta shading. Fitoplankton
merupakan produsen primer di perairan karena kemampuannya melakukan proses
fotosintesis yang menghasilkan bahan organik dan oksigen (Ghosal at al.,
2000). Pemanfaatan plankton sebagai indikator kualitas air telah mengalami
perkembangan yang pesat, baik dari metode pengambilan sampling maupun analisis
data. Karena hidup di kolom air, plankton hanya dapat menggambarkan kondisi
kualitas air di zona tersebut yang merupakan habitat ikan pada umumnya.
Novotny dan Olem,
1994 (dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik
sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH
sangat mempengruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berahir jika pH rendah. Sedangkan menurut Haslam, 1995 (dalam Effendi, 2003)
menambahkan bahwa pada pH ˂4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak
dapat mentoleir terhadap pH rendah.
Kelarutan oksigen dalam air
tergantung dai suhu air. Kelarutan oksigen dalam air akan berkurang dari 14,74
mg/L pada suhu 0° C menjadi 7,03mg/L pada suhu 35ͦC. Dengan kenaikan suhu air
terjadi pula penurunan kelarutan oksigen yang disertai dengan naiknya kecepatan
pernafasan organisme perairan, sehingga sering menyebabkan terjadinya kenaikan
kebutuhan oksigen yang disertai dengan turunnya kelarutan gas-gas lain didalam
air.
Peningkatan suhu sebesar 1ͦ C meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10. Dekomposisi bahan organik
dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadaroksigen terlarut hingga
mencapai no. (Brown dalam Effendi, 2003).
Kasry (1995) mengemukakan bahwa
tingginya tingkat CO2 bebas dalam air dihasilkan dari proses perombakan
bahan organik dan mikroba. Kadar karbondioksida bebas yang dikehendaki tidak
lebih dari 12 mg/L dan kandungan terendah adalah 2 mg/L. Kandungan CO2 bebas
diperairan tidak lebih dari 25mg/L dengan catatan kadar O2 terlarut cukup
tinggi.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapt menyebabkan
gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Pada suhu rendah, akibat yang
ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Pada
dasarnya, suhu rendah memungkinkan air mengandung O2 lebih tinggi, tetapi suhu
rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju pernafasan
dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ika-ikan akibat
kurangnya O2. (Irianto, 2005)
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari
udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses
fotosintesis. Selanjutnya alir kehilangan oksigen melalui pelepasan dari
permukaan air ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari organisme. (Barus,
2003)
Sumber karbon utama dibumi adalah atmosfer dan perairan terutama laut.
Laut mengandung CO2 lima puluh kali banyak dari karbon di atmosfer. Perpindahan
karbon dari atmosfer ke laut terjadi melaui proses difusi. (Effendi, 2003).
1.2.Rumusan Masalah
Menjelaskan
pengaruh parameter kimia kualitas air terhadap proses budidaya perikanan serta menjelsakan bagaimana prosedur kerja
dari masing-masing parameter kimia tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Kualitas air yaitu
sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain di dalam
air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu fisika (suhu,
kekruhan, padatan suspensi dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen
terlarut, BOD, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton,
bakteri, dan sebagainya) (Effendi, 2003)
Manajemen kualitas air mempunyai peran yang sangat penting pada
keberhasilan budidaya perikanan. Ikan merupakan salah
satu biota perairan yang sangat peka terhadap perubahan kualitas lingkungan
perairan (Asmawi, 1984). Air, sebagai media hidup ikan, berpengaruh
langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air menentukan
keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem tambak, baik
terhadap kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun
ekosistem tambak tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat
menyebabkan kegagalan budidaya, sebaliknya kualitas air yang optimal dapat
mendukung pertumbuhan dan kelulushidupan ikan.
2.1. Parameter kimia yang digunakan untuk kepentingan
budidaya
Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan yang
lain mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan.
Komposisi dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia
air. Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas yang
telah ditentukan dapat segera dikendalikan. Parameter-parameter
kimia yang digunakan untuk menganalisis air bagi kepentingan budidaya antara
lain :
1. SALINITAS
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (°/oo)
atau ppt (part perthousand) atau gram/liter. Tujuh ion utama
yaitu : sodium, potasium, kalium, magnesium, klorida, sulfat dan bikarbonat
mempunyai kontribusi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain
dianggap kecil (Boyd, 1990).
Sedangkan menurut Davis et al. (2004), ion calsium
(Ca), potasium (K), dan magnesium (Mg) merupakan ion yang paling penting dalam
menopang tingkat kelulushidupan udang. Salinitas suatu perairan dapat
ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu sampel
(klorinitas). Sebagian besar petambak membudidayakan udang dalam air payau
(15-30 ppt). Meskipun demikian, udang laut mampu hidup pada salinitas dibawah 2
ppt dan di atas 40 ppt.
2. pH
pH merupakan suatu ukuran
keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan. Kadar pH dinilai dengan
ukuran antara 0-14. Sebagian besar persdiaan air memiliki pH antara 7-8,2.
Namun beberapa air memiliki pH dibawah 6,5 atau diatas 9,5.(Iclean, 2007). pH merupakan variabel kualitas air yang
dinamis dan berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan umum yang tidak
dipengaruhi aktivitas biologis yang tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas
8,5, tetapi pada tambak ikan atau udang, pH air dapat mencapai 9 atau lebih
(Boyd, 2002). Ketika fotosintesis
terjadi pada siang hari, CO2 banyak terpakai dalam proses tersebut. Turunnya
konsentrasi CO2 akan menurunkan konsentrasi H+ sehingga menaikkan pH air.
Sebaliknya pada malam hari semua organisme melakukan respirasi yang
menghasilkan CO2 sehingga pH menjadi turun. Fluktuasi pH yang tinggi dapat
terjadi jika densitas plankton tinggi. Tambak dengan total alkalinitas yang
tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tambak yang
beralkalinitas rendah. Hal ini disebabkan kemampuan total alkalinitas sebagai
buffer atau penyangga (Boyd, 2002).
Perubahan pH berkaitan dengan kandungan oksigen dan CO2
dalam air. Pada siang hari jika O2 naik akibat fotosintesisa
fitiplankton, maka pH juga naik. Kestabilan pH perlu dipertahankan karena pH
dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme air. (Subarijanti, 2005).
pH juga mempunyai
peranan penting baik dalam kehidupan organisme air maupun dalam pengaturan
ketersediaan unsur hara dalam perairan itu sendiri (tabel
1). pH (power hydrogen) merupakan
ukuran aktifitas ion hydrogen dan didefenisikan sebagai minus (negatif)
logaritma konsentrasi ion H. pH yang terlalu rendah ataupun yang terlalu tinggi
dapat mematikan ikan. pH yang ideal dalam budidaya perikanan adalah 6,5-9. Oleh
karena itu pada tambak yang sumber air tawarnya dari sungai yang ber pH rendah
perlu dicampur dengan perbandingan yang cepat dengan air laut yang biasanya ber
pH lebih tinggi, sehingga pH campurannya sesuai dengan yang diinginkan. Untuk
memudahkan perhitungannya dapat
digunakan rumus berikut:
V1 . C1 + V2 . C2
C
campuran = pH = - log C
V1 + V2
Dimana : C campuran = konsentrasi H+
campuran
V1/V2
= volume air tawar/air laut
Tabel
1. Hubunga pH terhadap beberapa parameter kualitas air.
No.
|
pH
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
1
|
Ikan
|
Mati
|
Lambat
Tumbuh
|
Ideal untuk Budidaya
|
Ikan mati
|
||||||||||
2
|
Alkalinitas
|
Asam kuat Fe, Al, SO42-
|
H2CO3, H2CO3- ,
CO2 bebas
|
H2CO3- dan CO32-
|
CO32- + OH-
|
||||||||||
3
|
Ortofosfat
|
H3PO4 & H2PO4-
|
H2PO4- & HPO42-
|
HPO42- & PO43-
|
|||||||||||
4
|
%H2S
|
100
|
99
|
90
|
50
|
9
|
1
|
0 pada suhu 28oC
|
|||||||
5
|
%NH3
|
0
|
0.7
|
6.5
|
41.2
|
87.5
|
95
|
100 pada suhu 28oC
|
|||||||
6
|
Chlorin
|
Cl2
|
|
|
|
|
|
|
|
OCl
|
|
|
|
|
|
HOCl
|
|
|
|
|
|||||||||||
|
pH
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
Umumnya
pH air kolam rendah pada pagi hari (CO2 tinggi) dan meningkat pada
sore hari. Lebih-lebih lagi bila alkalinitasnya rendah (daya penyangga kurang)
3. ALKALINITAS
Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam
tanpa menurunkan pH larutan. Alkalinitas merupakan buffer terhadap pengaruh
pengasaman. Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan dalam mg/l CaCO3.
Penyusun utama alkalinitas adalah anion bikarbonat (HC03 -), karbonat (CO3 2-
), hidroksida (OH-) dan juga ion-ion yang jumlahnya kecil seperti borat (BO3
-), fosfat (P04 3-), silikat (SiO4 4-) dan sebagainya (boyd, 1990).
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu
menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut
sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat,
dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air.
Alam diberkahi dengan mekanisme pertahanan sedemikian rupa sehingga
dapat bertahan terhadap berbagai perubahan, begitu juga dengan pH air.
Mekanisme pertahanan pH terhadap berbagai perubahan dikenal dengan istilah
kapasitas pem-buffer-an pH. Pertahanan pH air terhadap perubahan dilakukan
melalui alkalinitas dengan proses sebagai berikut:
CO2
+ H2O <==> H2CO3 <==> H+
+ HCO3- <==> CO32- + 2H+
CO3 (karbonat) dalam mekanisme di atas melambangkan
alkalinitas air, sedangkan H(+) merupakan sumber
kemasaman. Reaksi tersebut merupakan reaksi bolak-balik, artinya reaksi
bisa berjalan ke arah kanan (menghasilkan H+) atau ke arah
kiri (menghasilkan CO2). Oleh karena itu, apabila seseorang
mencoba menurunkan pH dengan memberikan "asam-asaman" artinya
menambahkan H+ saja maka (seperti ditunjukan mekanisme di
atas). H+ tersebut akan segera diikat oleh CO3 dan
reaksi bergerak ke kiri menghasilkan CO2, (CO2 ini
akhirnya bisa lolos ke udara). Pada saat asam baru ditambahkan, pH akan
terukur rendah, tapi setelah beberapa waktu kemudian, ketika reaksi mulai
bergerak ke kiri, pH akan kembali bergerak ke angka semula. Itulah hukum alam, dan karena itu pulalah
kita masih bisa menemukan ikan di alam sampai saat sekarang.
Dengan demikian penurunan pH tidak akan efektif kalau hanya dilakukan
dengan penambahan asam saja. Untuk itu, cobalah pula usahakan untuk
menurunkan alkalinitasnya. Kalaupun dipaksakan hanya dengan penambahan
asam maka jumlahnya harus diberikan dalam jumlah lebih banyak yaitu untuk
mengatasi alkalinitasnya terlebih dahulu, seperti ditunjukkan pada reaksi
diatas.
pH
merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam
air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H.
Sebagai contoh, kalau ada pernyataan pH 6, itu artinya konsentrasi H dalam air
tersebut adalah 0.000001 bagian dari total larutan. Karena untuk menuliskan
0.000001 (bayangkan kalau pH 14) terlalu panjang maka orang melogaritmakan
angka tersebut sehingga manjadi -6. Tetapi karena ada tanda - (negatif)
di belakang angka tersebut, yang dinilai kurang praktis, maka orang
mengalikannya lagi dengan tanda - (minus) sehingga diperoleh angka positif 6. Oleh karena itu, pH diartikan sebagai
"-" (minus) logaritma dari konsenstrasi ion H".
pH = - log (H+)
Selisih satu satuan angka pH itu menunjukkan perbedaan kosentrasinya
adalah 10 kali lipat. Dengan demikian, apabila selisih angkanya 2 maka
perbedaan konsentrasinya adalah 10 x 10 = 100 kali lipat. Sebagai contoh pH 5
menunjukkan konsentrasi ion H sebanyak 0,00001 atau 1/100000 (seper
seratus ribu) sedangkan pH 6 = 0,000001 atau 1/1000000 (seper sejuta). Jika
ingin menurunkan pH dari 6 ke 5 berarti kepekatan iob H+ harus
ditingkatkan menjadi 10 kali lipat. Seandainya dimisalkan pH itu gula maka
untuk menurunkan pH dari 6 menjadi pH 5, berarti larutan tersebut harus dibuat
10 kali lebih manis dari pada sebelumnya.
Tidak semua mahluk hidup dapat bertahan hidup terhadap perubahan nilai
pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisma yang unik agar perubahan tidak
terjadi atau terjadi secara perlahan. Sistem pertahanan seperti ini yang sering
disebut dengan kapasitas pem-buffer-an.
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH dapat
mengontrol bentuk dan laju kecepatan reaksi berbagai bahan kimia di dalam
air. Beraneka jenis organisme perairan seperti ikan dan mahluk-mahluk
akuatik lainnya dapat hidup pada selang pH tertentu. Mengetahui nilai pH suatu
perairan sangat penting apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang
kehidupan organisme akuatik tersebut.
Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai
diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Sedangkan nilai pH = 7 disebut sebagai netral.
Fluktuasi pH suatu perairan sangat ditentukan oleh alkalinitas perairan
tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah
mengembalikan pH-nya ke nilai semula, dari setiap "gangguan" terhadap
pengubahan pH. Dengan demikian kunci dari penurunan pH terletak pada penanganan
alkalinitas dan tingkat kesadahan air. Apabila hal ini telah dikuasai
maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.
Seperti disebutkan sebelumnya, pengananan atau pengubahan nilai pH akan
lebih efektif apabila alkalinitas ditanganai terlebih dahulu. Berikut adalah
beberapa cara pangananan pH, yang kalau diperhatikan lebih jauh, cenderung
mengarah pada penanganan kesadahan atau alkalinitas.
Untuk menurunkan pH, pertama kali harus dilakukan pengukuran KH.
Apabila nilai KH terlalu tinggi (12 atau lebih) maka KH tersebut perlu
diturunkan terlebih dahulu, yang biasanya secara otomatis akan diikuti oleh
menurunnya nilai pH. Apabila nilia pH terlalu tinggi (lebih dari 8) sedangkan
KH tergolong bagus (6 - 12) maka hal
ini merupakan petunjuk terjadinya proses keseimbangan yang buruk. Penurunan pH
dapat dilakukan dengan melalukan air melewati gambut (peat), biasanya
menggunakan peat moss (gambut yang berasal dari moss) atau dapat
juga dilakukan dengan mengganti sebagaian air dengan air yang berkesadahan
rendah, air hujan atau air yang direbus, air bebas ion, atau air suling (air
destilasi). Selain itu, juga dapat dilakukan dengan menambahkan bogwood
kedalam akuairum. Bogwood adalah semacam kayu yang dapat memliki
kemampuan menjerap kesadahan atau sama fungsinya seperti daun ketapang, kayu pohon asam dan
sejenisnya.
Sedangkan untuk meningkatkan pH dapat dilakukan dengan memberikan aerasi
yang intensif, melewatkan air melalui pecahan koral, pecahan kulit kerang atau
potongan batu kapur. Atau dengan
menambahkan dekorasi berbahan dasar kapur seperti tufa atau pasir koral atau
dengan melakukan penggantian air.
Peranan penting alkalinitas dalam tambak udang antara lain menekan
fluktuasi pH pagi dan siang dan penentu kesuburan alami perairan. Tambak dengan
alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan tambak dengan nilai alkalinitas rendah (Boyd, 2002).
Menurut Davis et al. (2004), penambahan kapur dapat
meningkatkan nilai alkalinitas terutama tambak dengan nilai total alkalinitas
dibawah 75 ppm.
4. KARBON
DIOKSIDA (CO2)
Karbon dioksida dalam air pada umumnya merupakan hasil respirasi dari
organisme fauna (ikan, zooplankton dan sebagainya) serta flora pada malam hari
(phytoplankton dan tumbuhan air lainnya). Kadar CO2 lebih tinggi
dari 10 ppm diketahui menunjukkan bersifat racun bagi ikan, beberapa bukti
menunjukkan bahwa karbon dioksida berfungsi sebagai anestesi bagi ikan.
Kadar karbon dioksida yang tinggi, juga menunjukkan lingkungan air yang
bersifat asam walaupun karbon dioksida juga diperlukan untuk proses
pem-buffer-an .
Apabila pH dalam suatu perairan atau wadah dapat dikendalikan, terutama
oleh sistem pem-buffer-an karbonat, maka hubungan pH, KH dan CO2
terlarut menunjukkan hubungan yang tetap. Dengan demikian, salah satu dari parameter
tersebut dapat diatur dengan mengatur parameter yang lain. Sebagai contoh
nilai pH dapat diatur dengan mangatur KH atau kadar CO2. Suatu
sistem CO2 injektor misalnya, dapat digunakan untuk mengatur pH
dengan cara mengatur injeksi CO2 sedemikian rupa apabila nilai pH
nya mencapai nilai tertentu. Dalam hal ini KH dibuat tetap. CO2
digunakan oleh tanaman atau terdifusi ke atmosfer, akibatnya pH naik.
Dengan sistem otomatis seperti disebutkan sebelumnya maka sistem injeksi CO2
akan berjalan sedemikian rupa di sekitar nilai pH tertentu, untuk menjaga kadar
CO2 yang memadai. Secara umum dapat dikatakan bahwa CO2
terlarut dalam air dengan kepadatan sedang akan berada pada selang 1-3
ppm. Untuk akuarium tanaman pH = 6,9, KH = 4 dan CO2 = 15 ppm
merupakan nilai yang ideal.
Secara ringkas alkalinitas juga merupakan
kumpulan anion di dalam air yang menggambarkan kapasitas air sebagai buffer.
Satuan alkalinitas dalam mg/l yang dinyatakan ekivalen dengan CaCO3.
Semakin sadah air maka akan semakin baik kolam/tambak tersebut untuk
pemeliharaan ikan. Nilai kesadahan optimal untuk udang 120 mg/L. Peningkatan kandungan CO2 di dalam
air kolam/tambak dapat menyebabkan kematian ikan karena CO2 yang
tinggi adalah racun bagi ikan.
Sedangkan peningkatan kandungan CO2 bebas dalam air
kolam/tambak budidaya perikanan akan dapat menurunkan nilai pH air. Artinya
semakin tinggi CO2 maka akan semakin tinggi keasamannya dan pH
semakin rendah menyebabkan alkalinitasnya semakin rendah. Jadi CO2
sangat erat kaitannya dengan pH maupun alkalinitas air.
5. KESADAHAN
(HARDNESS)
Kesadahan air merupakan kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air
sadah atau air keras
adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak merupakan air dengan kadar
mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab kesadahan juga
bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan
kesadahan air dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak, sedangkan pada air sadah, sabun
tidak menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit busa. Cara yang lebih
kompleks adalah melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm
berat per volume (w/v) dari CaCO3.
Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan
beberapa masalah. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral yang menyumbat saluran pipa dan keran.
Air sadah juga dapat menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga, dan air
sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan scum yang sukar
dihilangkan. Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah
kerugian. Untuk menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia,
ataupun dengan menggunakan resin penukar ion.
Kesadahan sangat penting artinya bagi para akuaris karena kesadahan
merupakan salah satu petunjuk kualitas air yang diperlukan bagi ikan.
Tidak semua ikan dapat hidup pada nilai kesadahan yang sama. Dengan kata lain,
setiap jenis ikan memerlukan prasarat nilai kesadahan pada selang tertentu
untuk hidupnya. Di samping itu, kesadahan juga merupakan petunjuk yang
penting dalam hubungannya dengan usaha untuk memanipulasi nilai pH.
Secara lebih rinci kesadahan dibagi dalam dua tipe, yaitu: (1) kesadahan
umum ("general hardness" atau GH) dan (2) kesadahan karbonat
("carbonate hardness" atau KH). Disamping dua tipe kesadahan
tersebut, dikenal pula tipe kesadahan yang lain yaitu yang disebut
sebagai kesadahan total atau total hardness. Kesadahan total
merupakan penjumlahan dari GH dan KH. Penggunaan paramater kesadahan total
sering sekali membingungkan, oleh karena itu, sebaiknya penggunaan
parameter ini dihindarkan.
Kesadahan umum atau "General Hardness" (GH) merupakan ukuran yang
menunjukkan jumlah ion kalsium (Ca2+) dan ion magnesium (Mg2+)
dalam air. Ion-ion lain sebenarnya ikut pula mempengaruhi nilai GH, akan tetapi
pengaruhnya diketahui sangat kecil dan relatif sulit diukur sehingga diabaikan.
GH pada umumnya dinyatakan dalam satuan ppm kalsium karbonat (CaCO3),
tingkat kekerasan (dH), atau dengan menggunakan konsentrasi molar CaCO3.
Satu satuan kesadahan Jerman atau dH sama dengan 10 mg CaO (kalsium oksida) per
liter air. Di Amerika, kesadahan pada umumnya menggunakan satuan ppm CaCO3,
dengan demikian satu satuan Jerman (dH) dapat diekspresikan sebagai 17,8 ppm
CaCO3. Sedangkan satuan konsentrasi molar dari 1 mili
ekuivalen = 2,8 dH = 50 ppm. Perlu diperhatikan bahwa kebanyakan
teskit pengukur kesadahan menggunakan satuan CaCO3. Untuk
lebih jelasnya bacalah petunjuk pembacaan pada teskit yang anda miliki untuk
mengetahui dengan pasti satuan pengukuran yang digunakan, untuk menghindari
terjadinya kesalahan pembacaan. Berikut ini kriteria selang kesadahan yang umum
dipakai :
Tabel 2. kriteria selang kesadahan
Kriteria kesadahan
|
:
|
Kekerasan
(dH)
|
:
|
Kesadahan
(ppm)
|
Sangat rendah (sangat lunak)
|
:
|
0 - 4
|
:
|
0 - 70
|
Rendah (lunak)
|
:
|
4 - 8
|
:
|
70 - 140
|
Sedang
|
:
|
8 - 12
|
:
|
140 - 210
|
Agak tinggi (agak keras)
|
:
|
12 - 18
|
:
|
210 - 320
|
Tinggi (keras)
|
:
|
18 - 30
|
:
|
320 - 530
|
Dalam kaitannya dengan proses biologi, GH lebih penting peranananya
dibandingkan dengan KH ataupun kesadahan total. Apabila ikan atau tanaman
dikatakan memerlukan air dengan kesadahan tinggi (keras) atau rendah
(lunak), hal ini pada dasarnya mengacu kepada GH. Ketidaksesuaian GH akan
mempengaruhi transfer hara/gizi dan hasil sekresi melalui membran dan dapat mempengaruhi
kesuburan, fungsi organ dalam (seperti ginjal), dan pertumbuhan. Setiap
jenis ikan memerlukan kisaran kesadahan (GH) tertentu
untuk hidupnya. Pada umumnya, hampir semua jenis ikan dan tanaman dapat
beradaptasi dengan kondisi GH lokal. Meskipun demikian, tidak demikian
halnya dengan proses pemijahan. Pemijahan bisa gagal apabila dilakukan
pada nilai GH yang tidak tepat.
Apabila nilai GH terlalu rendah bagi suatu jenis ikan, ia dapat dinaikan
dengan menambahkan kalsium sulfat, magnesium sulfat, atau kalsium karbonat.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa penambahan garam-garam tersebut membawa
dampak lain yang perlu medapat perhatian. Pemberaian garam sulfat akan
memberikan tambahan sulfat kedalam air, sehingga perlu dilakukan dengan hati-hati.
Sedangkan penambahan garam karbonat akan menyumbangkan ion karbonat kedalam air
sehingga akan menaikkan KH. Untuk mendapat kondisi yang diinginkan perlu
dilakukan manipulasi dengan kombinasi pemberian yang sesuai. Penurunan nilai GH
dapat dilakukan dengan perlakuan-perlakuan yang mampu menghilangkan kadar
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dari dalam air.
Kesadahan
karbonat atau KH merupakan besaran yang menunjukkan kandungan ion bikarbonat
(HCO3-) dan karbonat (CO32-) di
dalam air. Dalam air tawar, pada kisaran pH netral, ion bikarbonat lebih
dominan, sedangkan pada air laut, ion
karbonat lebih berperan. KH sering disebut sebagai alkalinitas yaitu suatu
ekspresi dari kemampuan air untuk mengikat kemasaman (ion-ion yang mampu
mengikat H+). Oleh karena itu, dalam sistem air tawar, istilah
kesadahan karbonat, pengikat kemasaman, kapasitas pem-bufferan asam, dan
alkalinitas sering digunakan untuk menunjukkan hal yang sama. Dalam
hubungannya dengan kemampuan air mengikat kemasaman, KH berperan sebagai agen
pem-buffer-an yang berfungsi untuk menjaga kestabilan pH. KH pada
umumnya sering dinyatakan sebagai derajat kekerasan dan diekspresikan dalam
CaCO3 seperti halnya GH.
Kesadahan karbonat dapat diturunkan dengan merebus air yang bersangkutan,
atau dengan melalukan air melewati gambut. Perlakuan perebusan air tentu saja
tidak praktis, kecuali untuk wadah air ukuran kecil. Untuk menaikkan kesadahan
karbonat dapat dilakukan dengan menambahkan natrium bikarbonat (soda kue), atau
kalsium karbonat. Penambahan
kalsium karbonat akan menaikan sekaligus baik KH maupun GH dengan proporsi yang
sama.
Pemberian soda kue (NaHCO3) sebanyak satu sendok teh (sekitar
6 gram) pada air sebanyak 50 liter akan meningkatkan KH sebanyak 4 satuan tanpa
disertai dengan kenaikan nilai GH. Sedangkan pemberian satu sendok teh
kalsium karbonat (CaCO3) (sekitar 4 gram) pada air sebanyak 50 liter
akan menyebabkan kenaikan KH dan GH secara bersama-sama, masing-masing sebanyak
4 satuan. Berpatokan pada hal ini, maka pemberian secara kombinasi antara soda
kue dan kalsium karbonat akan dapat menghasilkan nilai KH dan GH yang
diinginkan.
Mengingat pengukuran bahan kimia dalam jumlah sedikit relatif sulit
dilakukan, khususnya di rumah, maka sebaiknya gunakanlah test kit untuk
memastikan nilai KH dan GH yang telah dicapai. Pembuferan karbonat
diketahui efektif pada rasio 1:100 sampai 100:1. Hal ini akan memberikan
pH efektif pada selang 4,37 sampai dengan 8,37. Selang angka ini secara
kebetulan merupakan selang pH bagi hampir semua mahluk hidup
akuatik. Apabila ion bikarbonat ditambahkan, rasio basa terhadap
asam akan meningkat, akibatnya pH pun meningkat. Laju peningkatan pH ini
akan ditentukan oleh nilai pH awal. Sebagai contoh, kebutuhan jumlah ion
karbonat yang perlu ditambahkan untuk meningkatkan satu satuan pH akan jauh
lebih banyak apabila pH awalnya adalah 6,3, dibandingkan apabila hal yang sama
dilakukan pada pH 7,5.
Kanaikan pH yang terjadi pada saat KH ditambahkan akan diimbangi oleh
kadar CO2 terlarut dalam air. CO2 di dalam air akan
membentuk sejumlah kecil asam karbonat dan bikarbonat yang selanjutkan akan
cenderung menurunkan pH. Mekanisme ini setidaknya dapat memberikan
gambaran cara mengatur dan menyiasati pH dalam air agar dapat memenuhi kriteria
yang diinginkan.
Apabila air anda terlalu keras untuk ikan atau tanaman, air tersebut
dapat dilunakan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan
kesadahan. Yang paling baik adalah dengan menggunakan reverse osmosis
(RO) atau deioniser (DI). Celakanya metode ini termasuk dalam metode
yang mahal. Hasil reverse osmosis memiliki kesadahan = 0, oleh
karena itu air ini perlu dicampur dengan air keran sedemikian rupa sehingga
mencapai nilai kesadahan yang diperlukan.
Resin pelunak air komersial dapat digunakan dalam skala kecil, meskipun
demikian tidak efektif digunakan untuk skala besar. Produk-produk
komersial pengolah air untuk keperluan rumah tangga pada umumnya tidak
cocok digunakan, karena mereka sering menggunakan prinsip pertukaran kation
dalam prosesnya. Dalam prosoes ini natrium (Na) pada umumnya digunakan sebagai
ion penukar, sehingga pada akhirnya natrium akan berakumulasi pada hasil air
hasil olahan. Kelebihan natrium (Na) dalam air akuarium merupakan hal yang
tidak dikehendaki.
Pengenceran dengan menggunakan air destilasi dapat juga dilakukan untuk
menurunkan kesadahan. Penurunan secara alamiah dapat pula dilakukan dengan
menggunakan jasa asam-asam organik (humik/fulvik), asam ini berfungsi persis
seperti halnya yang terjadi pada proses deionisasi yaitu dengan menangkap
ion-ion dari air pada gugus-gusus karbonil yang terdapat pada asam organik
(tanian). Beberapa media yang banyak mengandung asam-asam organik ini di
antaranya adalah gambut yang berasal dari spagnum (peat moss),
daun ketapang, kulit pohon oak, dan lain-lain. Proses dengan gambut dan bahan
organik lain biasanya akan menghasilkan warna air kecoklatan seperti air
teh. Sebelum gambut digunakan dianjurkan untuk direbus terlebih dahulu,
agar organisme-organisme yang tidak dikehendaki hilang. Menurunkan kesadahan
dapat pula dilakukan dengan menanam tanaman "duck weed" atau Egeria
densa. Untuk meningkatkan kesadahan bisa dilakukan dengan memberikan
dekorasi berbahan dasar kapur, seperti tufa atau pasir koral. Atau dengan
melalukan air melewati pecahan marble (batu marmer) atau bahan berkapur
lainnya.
Kesadahan Total (dalam air tawar) merupakan istilah yang
digunakan untuk meggambarkan proporsi ion Magnesium dan Calcium. Parameter ini
diukur untuk membuat kondisi kolam/tambak seperti lingkungan alaminya. Untuk
air tawar, total kesadahan harus terletak di antara 5-20o sementara
untuk nilai yang idealnya adalah lebih tinggi. Kesadahan hampir tidak
berhubungan langsung dengan ikan budidaya yang dipelihara baik di kolam maupun
dalam tambak, namun hardness sangat mempengaruhi adanya unsur-unsur hara yang
diperlukan oleh fitoplankton sebagai produser primer. Misalnya kelarutan
posfat. Posfat akan tersedia/terlarut di dalam air apabila kesadahannya di atas
20 ppm. Berdasarkan besarnya kandungan ion Ca2+ ataupun ion Mg2+,
maka dikenal :
- Air lunak : hardnessnya berkisar
antara 0-75 ppm
- Air medium :
75-150 ppm
- Air keras : 150-300 ppm
- Air sangat keras :
> 300 ppm
Carbonate Hardness
(dalam air tawar dan laut). Carbonate Hardness merupakan bagian dari kesadahan. Parameter ini
memainkan peranan penting di dalam kestabilan
pH, yang sangat menentukan ekologi air. Variasi pH pada siang dan malam
hari sangat dipengaruhi parameter ini. Carbonate Hardness 3-150 d
cocok bagi sebagian besar ikan air tawar sementara di air laut nilai
optimalnya terletak pada wilayah 7–120
d.
6. OKSIGEN TERLARUT (dissolved oxygen)
Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yang sangat penting dalam budidaya udang. Semua
organisme akuatik membutuhkan oksigen terlarut untuk metabolisme. Kelarutan oksigen dalam air tergantung
pada suhu dan salinitas.
Kelaruran oksigen akan turun jika suhu dan temperatur naik (Boyd, 1990). Hal ini perlu
diperhatikan karena dengan adanya kenaikan suhu air, hewan air akan lebih aktif sehingga memerlukan lebih banyak
oksigen.
Oksigen masuk dalam air melalui beberapa proses. Oksigen dapat terdifusi
secara langsung dari atmosfir setelah terjadi kontak antara permukaan air
dengan udara yang mengandung oksigen 21% (Boyd, 1990). Fotosintesis tumbuhan
air merupakan sumber utama oksigen terlarut dalam air. Sedangkan dalam budidaya
udang, penambahan suplai oksigen dilakukan dengan menggunakan aerator
(Hargreaves, 2003). Pada saat cuaca mendung atau hujan dapat menghambat
pertumbuhan fitoplankton karena kekurangan sinar matahari untuk proses fotosintesis.
Kondisi ini akan menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut karena oksigen
tidak dapat diproduksi sementara organisme akuatik tetap mengkonsumsi oksigen.
Keterbatasan sinar matahari menembus badan air dapat juga disebabkan oleh
tingginya partikel yang ada dalam kolom air, baik karena bahan organik maupun
densitas plankton yang terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya
fotosintesis algae yang ada di dasar tambak (Hargreaves, 1999). Tingginya
kepadatan tebar (stocking density) dan pemberian pakan (feeding rate)
dapat menyebabkan turunnya kensentrasi oksigen terlarut dalam air. Sisa pakan (uneaten
feed) dan sisa hasil metabolisme mengakibatkan tingginya kebutuhan
oksigen untuk menguraikannya (oxygen demand). Kemampuan ekosistem kolam
budidaya untuk menguraikan bahan organik terbatas sehingga dapat menyebabkan
rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Boyd, 2004).
Oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting dalam
kehidupana setiap organisme yang hidup. Setiap organisme hidup pasti
membutuhkan oksigen untuk respirasi selanjutnya
yang berguna dalam proses metabolisme untuk merombak bahan organik yang
dimakan menjadi sari makanan yang dimanfaatkan sebagai energi untuk tumbuh
berkembang dan bergerak serta CO2 dan H2O sebagai hasil
akhirnya/buangannya. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan
oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat
yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut Kecepatan difusi
oksigen dariudara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air,
suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan
pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin
rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan
permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara
air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya
kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,karena proses
fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan
untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada
jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan
diam relative lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak
atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari
udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan
oksigenterlarut Kandunganksigen terlarut
(DO)minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa
beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup
mendukung kehidupan organisme
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm
selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % KLH
menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan
wisata bahari dan biota laut. Oksigen memegang peranan penting sebagai
indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses
oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga
menentukan pakan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobic atau anaerobik.
Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan
organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrient yang pada akhirnya
dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang
dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam
bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan
oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada
perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk
memurnikan air buangan industri dan rumah tangga.
Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan
pereduks ibahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan
tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme,
sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain
yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air
buangan industri dan limbah sebelum dibuang kelingkungan umum terlebih dahulu
diperkaya kadar oksigennya.
Penentuan DO dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan.metoda titrasi
(cara Winkler) dan elektrokimia. Metoda titrasi dengan cara Winkler umumnya
banyak digunakan untuk menentukan kadar DO. Prinsipnya dengan menggunakan
titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan
larutan MnCl2 dengan Na0H - KI, sehingga terjadi endapan Mn02.
Penambahan larutan asam H2SO4 atan HCl dilakukan
bertujuan untuk melarutkan kembali endapan yang terjadi dan juga membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan DO. Iodium yang dibebaskan
ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203)
dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Sedangkan,
penentuan DO dengan metoda elektrokimia yang dilakukan secara in situ yaitu
secara langsung DO ditentukan di lapangan dengan alat DO meter. Prinsip
kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda
yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya
menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan,
elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semipermeable terhadap
oksigen.
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada
katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap
konsentrasi oksigen terlarut. Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara
titrasi berdasarkan metoda Winkler lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
alat DO meter. Hal yang perlu
diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir
titrasinya, standarisasi larutan
tiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yangt tepat.
Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi
tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigent terlarut
yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan alat DO meter,
harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas dalam penggunaan
DO meter penting karena perlu dalam keakuratan hasil pengukuran dengan
menggunakan metode tersebut. Disamping itu, peranan kalibrasi alat juga sangat
menentukan keakuratan hasil pengukuran. Berdasarkan pengalaman di lapangan,
penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat
penentuannya hanya bersifat kisaran.
DO yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan organisame yang
dipelihara adalah diatas 5 ppm. Ikan akan mati bila dibiarkan lama pada DO
dibawah 1 ppm dan ikan akan dapat hidup, namun pertumbuhannya lambat bila
dipelihara dalam kolam yang DO nya berkisar antara 1-5 ppm.
Besarnya kandungan oksigen terlarut
didalam air dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain cuaca, kepadatan fitoplankton, siang dan malam dan
dinamika kehidupan organisme yang ada didalamnya sehingga budget DO dalam air
dapat dirumuskan sbb :
Budget DO : DO pagi = DO sore + DO dif
- DO bod - DO fish – DO mud
DO pagi hari umumnya rendah karena
pad malam harinya DO dimanfaatkan oleh semua organisme hidup untuk pernafasan,
disamping adanya DO yang masuk dari udara maupun keluar dari air melalui
diffusi. DO diffusi bertanda positif bila DO pada sore hari tidak jenuh, dan
akan negatif bila DO sore hari kelewat jenuh. DO jenuh (saturated DO)
dimaksudkan adalah kandungan oksigen tertinggi yang mampu larut kedalam air
sebagai akibat diffusi dari udara yang besarnya ditentukan oleh temperatur dan
tekanan udara. Nilai DO dibawah saturated disebut unsaturated DO dan diatas
saturated disebut supersaturated DO.
Kebutuhan DO untuk :
a.
Ikan pada temperatur 20-30 oC (Schroeder,1975) Y = 0.001 W0.82, dimana: Y
= jumlah oksigen yang dikonsumsi per ekor ikan (mgO2/jam), sedangkan
W adalah berat ikan (gram). Kebutuhan untuk ikan air tawar pada temperatur
antara 17-20oC berkisar antara 65-210 mgO2/kg/jam. Dan
untuk udang sekitar: 200-400 mg oksigen/kg udang/jam.
b.
Fitoplankton : dapat ditentukan dengan botol BOD. Di Israel, Schroeder (1975)
melaporkan BOD pada kolam intensip berkisar antara 0.12-0.71 mgO2/liter/jam.
d.
Mud ; tergantung dengan banyaknya bahan organik dalam lumpur. Semakin banyak
bahan organik semakin tinggi kebutuhan oksigen (berkisar antara 8 s/d 125 mgO2/m2/jam)
e.
Diffusi : tergantung pada tingkat kejenuhan DO. Bila DO air kelewat jenuh, maka
DO akan menguap keluar (diffusi negatif) dan bila DO air kurang jenuh, maka
oksigen dari udara akan masuk /larut kedalam air (diffusi positip).
Fluktuasi DO harian : DO umumnya
akan tinggi /maksimum pada sore hari dan terendah pada pagi hari sebelum
matahari terbit. Fluktuasi DO harian ini sangat dipengaruhi oleh kepadatan
fitoplankton dan alkalinitas. Semakin tinggi kepadatan fitoplankton dan semakin
rendah alkalinitas, maka fluktuasi DO makin tinggi,artinya perbedaan DO pada
sore hari dan pagi hari akan semakin tinggi. Selanjutnya dengan adanya
stratifikasi cahaya yang mengakibatkan keberadaan fitoplanktonnya, maka akan
terjadi pula sebaran DO vertikal (menurut kedalaman). Fluktuasi DO
harian/horizontal maupun sebaran DO vertikal pada pagi dan sore hari dalam kolom
air kolam yang kepadatan fitoplanktonnya berbeda
Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang
menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama
organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan,
pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama
pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk
mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas.
Konsentrasi air buangan/sample tersebut juga harus berada pada suatu
tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut
selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan
oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pada suhu 20°C. Penguraian
bahan organik secara biologis di
alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan
hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi
dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik
menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan
BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang
berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan
konstan pada 20°C yang merupakan
suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses
oksidasi secara sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2
dan H2O adalah tidak terbatas.Dalam prakteknya di laboratorium,
biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu
persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian
dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80%, dapat mengurangi
kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi.
Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasils sampingan dapat dioksidasi
menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD.
Oksidasi nitrogen anorganik memerlukan DO, sehingga perlu
diperhitungkan. Dalam praktek, penentuan BOD dilakukan menurut hasil pengukuran
DO, berdasarkan pengukuran secara langsung atau dengan cara titrasi. Prosedur
secara umum adalah menyesuaikan 25 sampel pada suhu 20°C dan mengalirkan
oksigen atau udara ke dalam air untuk memperbesar kadar DO dan mengurangi gas
yang terlarut, sehingga sample mendekati kejenuhan DO. Cara pengenceran,
pengukuran BOD didasarkan atas kecepatan degradasi biokimia bahan organik yang
berbanding langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada waktu
tertentu.
Kecepatan dimana oksigen yang digunakan dalam pengenceran sample
berbanding lurus dengan persentase sample yang ada dalam pengenceran dengan
anggapan bahwa faktor lainnya adalah konstan. Sebagai contoh adalah 10 %
pengenceran akan menggunakan seper sepuluh dari kecepatan penggunaan sampel
100% . Dalam hal pengenceran sampel, umumnya menggunakan akuades yang telah
didemineralisasi. Untuk analisis air
laut, pengencer yang digunakan adalah standard sea water (SSW). pH air pengencer sebaiknya berkisar di
antara 6,5 - 8,5 dan untuk
menjaga agar pH-nya konstan biasa menggunakan larutan penyangga (buffer)
fosfat.
7. SEDIMEN
Managemen dasar tambak atau sedimen masih kurang diperhatikan jika
dibandingkan dengan managemen kualitas air tambak budidaya. Banyak bukti yang
mengindikasikan adanya pengaruh yang kuat pertukaran nutrien antara sedimen
dengan air terhadap kualitas air (Boyd, 2002).
Oxidized layer merupakan
lapisan sedimen yang berada paling atas yang mengandung oksigen. Lapisan ini
sangat bermanfaat dan harus dipelihara keberadaannya selama siklus budidaya
(Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi dekomposisi aerobik yang
menghasilkan antara lain : CO2, air, amonia, dan nutrien yang lainnya. Pada
sedimen anaerobik, beberapa mikroorganisme menguraikan material organik dengan
reaksi fermentasi yang menghasilkan alkohol, keton, aldehida, dan senyawa
organik lainnya sebagai hasil metabolisme. Menurut Blackburn (1987) dalam Boyd
(2002), beberapa mikroorganisme anaerobik dapat memanfaatkan O2 dari nitrat,
nitrit,ferro, sulfat, dan karbon dioksida untuk menguraikan bahan organik
dengan mengeluarkan gas nitrogen, amonia, H2S, dan metan sebagai hasil
metabolisme.
Beberapa produk metabolisme, khususnya H2S, nitrit, dan amonia
berpotensi toksik terhadap ikan atau udang. Lapisan oksigen yang ada pada
permukaan sedimen dapat mencegah difusi sebagian besar senyawa beracun menjadi
bentuk yang tidak beracun melalui proses kimiawi dan biologi ketika melalui
permukaan yang beroksigen. Nitrit diokdidasi menjadi nitrat, ferro dioksidasi
menjadi ferri, dan H2S menjadi sulfat (Boyd, 2004c). Selanjutnya dikatakan
bahwa kehilangan oksigen pada sedimen dapat disebabkan oleh akumulasi bahan
organik yang tinggi sehingga oksigen terlarut terpakai sebelum mencapai
permukaan tanah. Tingkat pemberian pakan yang tinggi dan blooming plankton
dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut.
8. NUTRIEN
Dua nutrien yang paling penting di tambak adalah nitrogen dan fosfor,
karena kedua nutrien tersebut keberadaannya terbatas dan dibutuhkan untuk
pertumbuhan fitoplankton (Boyd, 2000). Keberadaan kedua nutrien tersebut di
tambak berasal dari pemupukan dan pakan yang diberikan.
1. Nitrogen
Nitrogen biasanya diaplikasikan sebagai pupuk dalam bentuk urea atau
amonium. Di dalam air, urea secara cepat terhidrolisis menjadi amonium yang
dapat langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton. Melalui rantai makanan, nitrogen
pada fitoplankton akan dikonversi menjadi nitrogen protein pada ikan. Sedangkan
nitrogen dari pakan yang diberikan pada ikan, hanya 20-40% yang dirubah menjadi
protein ikan, sisanya tersuspensi dalam air dan mengendap di dasar tambak
(Boyd, 2002).
Nitrogen oksida adalah suatu radikal bebas (memiliki satu elektron yang
belum berpasangan) sehingga sangat reaktifObat antiangina nitrat organik
sebagai vasodilator, sekarang diketahui ternyata bekerja dengan melepaskan
nitrogen oksida.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nitrogen oksida bukan saja hanya
sebagai vasodilator dan bronkhodilator tetapi juga berperan dalam sistim
kekebalan dan sistim saraf. Nitrogen
oksida berfungsi sebagai messenger biologis yang penting dalam berbagai
fungsi biologis sebagai neurotransmitter, pembekuan darah, pengendalian
tekanan darah, dan pada kemampuan sistim imunitas untuk membunuh sel-sel tumor
dan parasit intraseluler. Tetapi produksi yang berlebihan pada kondisi tertentu
dapat menimbulkan keadaan patologi.
Biosintesis
Nitrogen oksida disintesis di dalam sel oleh enzim nitric oxide
synthase (NOS). Genom manusia dan tikus mengandung 3 gen yang menghasilkan
tiga nitrogen oxide synthase yang berbeda yakni (1) neuronal NOS
atau nNOS ditemukan dalam neuron (2) inducible NOS atau iNOS terdapat
dalam makrofag (3) endothelial NOS atau eNOS atau cNOS ditemukan dalam
endotel yakni sel-sel yang terutama terdapat sepanjang lumen pembuluh darah.
Metabolisme
Afinitas hemoglobin sangat tinggi terhadap nitrogen oksida (sekitar 3000
kali lebih kuat dibanding dengan oksigen), sehingga gas nitrogen oksida dapat
diberikan melalui inhalasi, karena akan bergabung dengan hemoglobin sebelum
bergabung dengan oksigen. Dalam air dan plasma, nitrogen oksida dioksidasi
menjadi nitrit, yang stabil selama beberapa jam tetapi dalam darah, nitrit
cepat berubah menjadi nitrat sehingga konsentrasi nitrit dalam darah rendah
sementara nitrat 100 kali lebih tinggi (30 µmol per liter). Sintesis nitrat
endogen pada orang yang rendah asupan nitratnya meningkat pada diare dan demam
dan dua kali lipat selama latihan fisik. Konsentrasi nitrit dan nitrat
meningkat dalam plasma pasien dengan syok septik.
Nitrogen oksida juga cepat teroksidasi menjadi oksida nitrogen yang
lebih tinggi dan akan menyebabkan nitrosasi molekul-molekul yang mengandung
gugus sulfhidril seperti glutation, sistein dan albumin. Di samping itu,
nitrogen oksida berinteraksi dengan protein yang mengandung heme termasuk
mioglobin, gugus prostetik dari guanylate cyclase yang larut, dan
enzim-enzim yang mengandung pusat ion besi-sulfur. Jadi, metabolisme nitrogen
oksida sangat rumit
Dalam sistim biologis nitrogen oksida cepat berubah menjadi nitrit dan
nitrat, dan reaksi ini dipicu oleh logam transisi termasuk besi. Hemoglobin
menonaktifkan nitrogen oksida dengan mengikatnya membentuk nitrosohaemoglobin,
dan dengan mengubahnya menjadi nitrat dan nitrit, akan menghasilkan
methaemoglobin. Oleh karena itu darah manusia secara normal mengandung
methaemoglobin pada konsentrasi tidak melebihi 2%, jika kadarnya meningkat
menjadi 20% dapat mengganggu pengangkutan oksigen namun masih dapat
ditoleransi. Darah yang mengandung methaemoglobin yang tinggi disebut
methaemoglobinemi dengan gejala-gejala sianosis, sesak napas, mual dan muntah,
dan syok. Kematian dapat terjadi jika kadar methaemoglobin mencapai 70%
Ammonium penting untuk pertumbuhan
fitoplankton, sebaliknya NH3 sangat racun bagi ikan. Semakin tinggi pH
konsentrasi ammonia akan meningkat. Sangat
mudah muncul dan berbahaya bagi ikan/udang yang dipelihara dalam kolam
intensip. Setiap
pH naik satu digit, konsentrasi ammoniak akan naik hampir 10 kali lipat. Nitrogen merupakan unsur hara yang mutlak diperlukan oleh fitoplankton.
Karena keberadaannya dalam air umumnya terbatas (merupakan limiting factor),
maka unsur ini menjadi sangat penting untuk dibahas. Nitrogen dalam air ada
dalam bebagai bentuk mulai dari N yang bervalensi N –3 sama N bervalensi +5.
Penyakit darah coklat (methemoglobin) : NO2-
(akibat DO rendah) terikat oleh globin darah
methemoglobin. Bentuk-bentuk N yang langsung dimanfaatkan fitoplankton
adalah: N2, NO3-, dan NH4+.
Ammonia dalam air ada 2 bentuk, yaitu bentuk ion ammonium (NH4+)
dan bentuk gas ammoniak (NH3). Kedua bentuk ammonia tersebut diukur
sebagai total ammonia. Ammonium terbentuk melalui penguraian produk protein dan
hewani serta arus air limbah yang mengandung Nitrogen
serta iluvasi pupuk. Ammonium bebas bersifat racun bagi ikan. Pada anak ikan,
kerusakan yang parah muncul pada konsentrasi ammonium mulai dari 0,2 mg/L. Pada
ikan yang lebih besar, mulai dari 0,3 mg/L. Ikan kecil akan mati apabila
konsentrasinya 0,6 mg/L sementara yang lebih besar pada konsentrasi 1,2 mg/L.
Konsentrasi lebih dari 0,1 mg/L mempengaruhi
pertumbuhan ikan.
Ammonium penting untuk pertumbuhan
fitoplankton, sebaliknya NH3 sangat racun bagi ikan. Semakin tinggi
pH konsentrasi ammonia akan meningkat. Sangat mudah muncul dan berbahaya bagi
ikan/ udang yang dipelihara dalam kolam
intensip.
Untuk menyatakan konsentrasi
ammoniak ataupun nitrat sering digunakan istilah nitrat nitrogen (NO3N)
atau Ammoniak nitrogen (NH3N). Itu artinya kandungan nitrat yang
dinyatakan/ disetarakan dengan nitrogen. Demikian pula untuk NH3 N
artinya kandungan ammoniak yang setara/ dinyatakan dengan nitrogen.
Contoh : NO3 N suatu perairan adalah 3,5 ppm. Itu artinya
kandungan nitratnya sebesar 3,5 ppm yang setara dengan nitrogen (dengan kata
lain, 3,5 ppm itu adalah konsentrasi Nitrogennya ), sedangkan konsentrasi
nitrat nya adalah 62/14 x 3,5 ppm = 15,5 ppm. Bila NH3N = 3,5 ppm,
maka yang 3,5 ppm itu adalah konsentrasi nitrogennya, sedangkan konsentrasi
ammoniaknya adalah 17/14 x 3,5 ppm = 4,25 ppm.
Nitrate merupakan produk penguraian Nitrogen
oleh bakteri di sungai, danau dan kolam. Nilai nitrate yang tinggi dapat
ditemukan terutama juka limbah rumah tangga dan limbah pertanian atau pupuk
memasuki sistem perairan. Pabrik kimia seperti halnya pakan ternak juga dapat
meningkatkan kandungan nitrate dalam air, karena konsentrasi yang berlebihan dapat
terakumulasi di dalam jaringan tumbuhan sehingga menghambat pertumbuhan ikan
dan tumbuhan. Penguraian Nitrogen
oleh bakteri menjadi Ammonium di sungai, danau dan kolam pada awalnya
menghasilkan Nitrite (nitrifikasi) dan selanjutnya menjadi Nitrate. Di pihak
lain, transformasi Nitrate menjadi Ammonia atau selanjutnya Nitrogen (denitrifikasi) terjadi melalui produk antara
Nitrite. Konsentrasi Nitrite yang tinggi dapat merusak ikan. Konsentrasi di
atas 2 mg/L untuk jangka waktu yang lama bersifat mematikan. Pada air tambak,
kandungan Nitrite tidak boleh lebih dari 0,5 mg/L karena akan berakibat dengan
pembekuan darah sehingga trasport oksigen menjadi tidak aktif.
2. Fosfor
Secara umum fosfor membentuk padatan putih yang lengket yang memiliki
bau yang tak enak tetapi ketika murni menjadi tak berwarna dan transparan.
Nonlogam ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam karbon disulfida. Fosfor
murni terbakar secara spontan di udara membentuk fosfor pentoksida. Fosfor
dapat berada dalam empat bentuk atau lebih alotrop: putih (atau kuning), merah,
dan hitam (atau ungu).
Fosfor merupakan unsur pembatas bagi
pertumbuhan fitoplaknton. Bentuk P yang dimanfaatkan langsung oleh tanaman
adalah ion-ion orthofosfat sebagai hasil ionisasi dari asam posfat. Fosfat
(dalam air tawar dan air laut): pemaska fosfat memiliki pengaruh yang
menentukan bagi pertumbuhan organisme, namun dalam jumlah besar data
menyaebabkan pertumbuhan alga yang tidak diinginkan. Fitoplankton dapat
berasimilasi dan menyimpan fosfat yang
masuk keperairan dan selanjutnya menghasilan kondisi yang mrusak keseimbangan
ekologi.
Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi
metabolisme sel tanaman. Kehadiran fosfat diperairan juga tidak menimbulkan
efek langsung yang yang merugikan terhadap organisme perairan.
Kandungan orthofosfat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan. Pada
perairan alami, kandungan fosfat terlarut tidak lebih dari 0,01 ppm untuk
air tawar dan air laut 0.07 ppm, kecuali pada perairan penerima limbah rumah
tangga dan industri, serta limpahan air dari daerah pertanian yang umumnya
mengalami pemupukan fosfat. Dinitrifikasi senyawa nitrogen menyebabkan N
tidak terakumulasi pada sediment. Fosfat menyebabkan ledakan pertumbuhan alga
jika terjadi peningkatan jumlah fosfat diperairan terlebih lagi jika telah
melewati ambang batas.
Unsur-unsur Nitrogen (N) dan Fosfor (P) adalah dua unsur penting dalam
proses metabolisme sel dan keberadaannya selalu menjadi patokan apakah
unsur-unsur ini merupakan faktor pembatas atau tidak. Rasio laju pengambilan
unsur-unsur oleh fitoplankton tersebut digambarkan dengan N/P rasio. Dengan
menggunakan rasio ini dapat dikatakan bahwa ketersediaan unsur nitrogen dalam
bentuk nitrat (NO3) harus 16 kali lebih banyak dari unsur fosfor (PO4), rasio
ini dinamakan ”Redfield Ratio”. Bila terlihat ratio N/P dibawah 16, maka unsur
N menjadi unsur pembatas, sedangkan bila N/P rasio lebih besar dari 16, maka
unsur P merupakan unsur pembatas dari keberadaan fitoplankton. Hal ini
berdampak kepada kondisi biologi dari ekosistim seperti biomassa fitoplankton,
komposisi spesies yang kemungkinan besar terjadi dominansi jenis-jenis tertentu
dan juga pada dinamika jaring makanannya.
Merupakan unsur pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Bentuk P yang
dimanfaatkan langsung oleh tanaman adalah ion - ion orthofosfat (H2PO4-,
HPO4- dan PO43 -) sebagai hasil
ionisasi dari asam posfat seperti diperlihatkan dalam reaksi berikut
H3PO4 <=====> H+ + H2PO4-
H2PO4-
<=====> H+ + HPO42-
HPO42- <=====> H+
+ PO43-
Fosfor yang ada yang ada dalam tambak budidaya berasal dari pupuk
seperti ammoniumfosfat dan calsiumfosfat serta dari pakan. Fosfor yang ada
dalam pakan tidak semua dikonversi menjadi daging ikan/udang. Menurut Boyd
(2002), dua pertiga fosfor dalam pakan terakumulasi di tanah dasar. Sebagian
besar diikat oleh tanah dan sebagian kecil larut dalam air. Fosfor dimanfaatkan
oleh fitoplankton dalam bentuk ortofosfat (PO4 3-) dan terakumulasi dalam tubuh
ikan/udang melalui rantai makanan. Phosphat yang tidak diserap oleh
fitoplankton akan didikat oleh tanah. Kemampuan mengikat tanah dipengaruhi oleh
kandungan liat (clay) tanah. Semakin tinggi kandungan liat pada tanah,
semakin meningkat kemampuan tanah mengikat fosfat.
Phosphate (dalam air tawar dan
laut) – pemasukan Phosphate
memiliki pengaruh yang menentukan bagi pertumbuhan organisme, namun dalam
jumlah besar dapat menyebabkan pertumbuhan alga yang tidak diinginkan. Phospate
umumnya berasal dari detergen pembersih, kotoran atau agrikultur. Phytoplankton
dapat berasimilasi dan menyimpan Phospate yang memasuki perairan dan
selanjutnya menghasilkan kondisi yang merusak keseimbangan ekologi. Nilai
Phosphate di badan air tawar adalah 0,01 mg/L dan di air laut 0,07 mg/L.
Peningkatan jumlah Phosphate menyebabkan ledakan pertumbuhan alga.
9. SULFUR
Di alam sulfur banyak dijumpai sebagai sulfat. Merupakan sumber makanan
bagi bakteri anaerob. Bila direduksi oleh bakteri anaerob dapat menghasilkan H2S
yang sangat racun bagi ikan. Semakin rendah pH, konsentrasi H2S akan
semakin meningkat. Setiap pH turun satu digit, [H+] akan naik hampir
10 kali lipat. Jadi akan berbahaya bila pH rendah.
10. CHLORIN
Chlor dimasukkan kedalam air dapat dalam bentuk gas chlorin (Cl2),
sodium hypochlorit (NaOCl) ataupun kalsium hypochlorite [Ca(OCl)2]
guna membersihkan air ataupun tanki / bak air (sebagai desinfektanc). Bila gas
chlor dimasukkan kedalam air, maka akan terbentuk hydrochlorous dan asam
chlorida.
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa pada pH = 7,48 [OCl] =
[HOCl]. Keberadaan bentu-bentuk chlor tersebut sangat ditentukan oleh oleh pH.
Pada pH rendah (di bawah pH = 2) akan dijumpai Cl2, semakin tinggi
akan dijumpai HOCl kemudian OCl-. Ketiga bentuk chlorine ini (Cl2,
HOCl dan OCl-) disebut residu chlorine bebas (free chlorine residual).
Ketiga bentuk ini sangat racun bagi ikan. Daya racun Cl2 diatas pH =
2 tidak nampak, karena Cl2 hanya ada pada pH dibawah 2, sedangkan
keracunan chlor diatas pH = 2 disebabkan oleh [HOCl] dan [OCl-].
Daya racun HOCl dibawah pH 7 hampir 100 kali lebih kuat dari daya racun OCl-.
Semakin tinggi pH, keracunan chlorine disebabkan oleh OCl‑ atau
campuran HOCl dan chloramine, karena pada pH yang lebih tinggi terdapat
ammoniak, dan HOCl akan bereaksi dengan ammoniak membentuk chloramine
Daya racun chloramine lebih kecil
dari daya racun HOCl, oleh karena itu untuk membersihkan bak-bak/kolam yang pH
airnya semakin tinggi akan dibutuhkan Cl2 ataupun HOCl yang lebih
banyak.
Bila air leading (yang biasanya yang
mengandung chlorine) digunakan untuk mengisi aquarium harus dibiarkan dulu beberapa jam/hari agar sisa – sisa chlornya
menguap sebelum ikan dimasukkan.
11. COPPER
Copper (dalam air tawar dan laut) sebagai
salah satu elemen dasar, copper merupakan suatu elemen penting bagi tumbuhan
dan hewan pada saat bersamaan memiliki
potensi sebagai racun ikan. Dosis mematikan bagi ikan air tawar adalah 0,1
mg/L. Bakteri ikan akan rusak akibat konsentrasi jangka panjang mulai 0,03
mg/L, alga tertentu menunjukkan kerusakan pada 0,1 hingga 10 mg/L. Copper
umumnya berasal dari pipa sistem pengairan serta dari instalasi. Jika air
dibiarkan bertahan di dalam pipa Copper untuk periode yang lama, sejumlah
Copper akan larut dalam air.
2.2. Prosedur kerja dari Parameter Kimia
Setiap jenis-jenis parameter kimia memiliki prosedur kerja yang
berbeda-beda, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
SALINITAS
Alat-alat yaitu Erlenmeyer, Pipet volume, Pipet tetes, Buret dan statif. Sedangkan Bahan-bahannya yaitu Indikator
K2CrO4 dan AgNo3 0,1 N
Cara kerja :
1. Ambil 30 mL sampel air laut, lalu diencerkan 10-50 kali.
2.
Tambahkan K2CrO4.
3. Titrasi dengan AgNO3 sampai merah bata.
Perhitungan :
mL AgNO3 sebenarnya
X N AgNO3 X
35,5 X 1000 X 1,81
mL sampel X 1000
2. pH
Kertas indikator pH
diambil selembar dan dicelupkan ke dalam air kran selama beberapa menit(±5menit).
Kemudian perubahan
warna yang terjadi pada ke kertas pH tersebut dicocokkan dengan warna standar
dan hasilnya dicatat.
3. ALKALINITAS
Alat dan bahan yaitu Labu
Erlenmeyer 50-125 ml, Gelas ukur 50 ml, Pipet tetes dan pipet skala, Karet pengisap, Indicator larutan PP, Indicator larutan MO (Metil
Orange)
serta Indicator larutan
H2SO4
Cara kerja:
·
Mengambil air
sampel 50 ml dan memberikan 5 tetes PP. Jika tidak berwarna,
maka tidak ada PP alkalinitas. Menambahkan MO (Metil Orange). Langkah berikut,
dititrasi dengan larutan H2SO4 dari warna kuning
sampai warna orange. Kemudian menghitung larutan H2SO4 yang
digunakan.
·
Apabila
berwarna, maka langsung dititrasi dengan larutan H2SO4 sampai
berwarna kuning. Lalu menghitung larutan H2SO4 yang
digunakan (P).
·
Memasukkan MO (metil Orange), lalu dititrasi dengan larutan H2SO4 sampai
warna orange. Menghitung larutan H2SO4 yang
digunakan
1000 x 50 x N x a
Ml sampel
4. OKSIGEN TERLARUT (dissolved oxygen)
Alat-alat adalah Botol Winkler, Pipet tetes, Perangkat titrasi, Pipet volume sedangkan Bahan-bahannya adalah Iodida
alkali (perekasi Winkler), H2SO4 pekat, Larutan Mangan sulfat/ MnSO4 48 %, Natrium tiosulfat 0,025 N dan Indikator amylum 1%.
Cara Kerja :
1. Ditambahkan kedalamnya 1 mL MnSO4 dan
1 mL reagen Winkler, lalu dikocok dan ditunggu hingga terbentuk endapan.
2. Ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat, dikocok hingga
endapan larut.
3. Diambil 50,0 mL sampel tersebut, dititrasi
dengan larutan Natrium tiosulfat 0.025 N sampai berwarna kuning muda pucat.
4. Ditambahkan inikator amilum (biru).
5. Dititrasi kembali dengan larutan Natrium
tiosulfat, dari biru sampai menjadi biru hilang.
6. Dicatat berapa mL Natrium tiosulfat yang dipakai.
Perhitungan :
Kadar O2 (mg/L) = 8000 x mL Na2S2O3
X N Na2S2O3
mL sampel
5. KARBON DIOKSIDA (CO2)
Sampel air diambil dengan botol Winkler 250 ml, diambil 100 ml dengan
menggunakan gelas ukur dan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer.
Kedalamnya ditambahkan 10 tetes indikator phenolptalein (pp).
Kedalamnya ditambahkan 10 tetes indikator phenolptalein (pp).
Kemudian dititrasi dengan larutan Na2CO3 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda tipis (pink).
Rumus perhitungannya adalah :
Kadar CO2 bebas = x p x q x 22 ml/L
Keterangan :
P = jumlah Na2CO3 yang
terpakai
Q = normalitas larutan Na2CO3
22 = bobot setara CO3
6.
COD (Chemical Oxygen
Demand)
COD adalah banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi
zat organik dalam air, dihitung sebagai mg/L O2. Beberapa zat
organik yang tidak terurai secara biologik antara lain asam asetat, asam
sitrat, selulosa, dan lignin (zat kayu). Prinsip : Kebanyakan jenis bahan organik dirusak oleh
campuran dikromat dan asam sulfat mendidih. Kelebihan dikromat dititrasi dengan
ferro amonium sulfat. Banyaknya bahan organik yang dioksidasi dihitung sebagai
oksigen yang setara dengan kalium dikromat yang diikat.
7. TOM (Total Organic Mater)
Alat-alat adalah Perangkat titrasi, Termometer, Erlenmeyer, Hot plate, Pipet volume dan Pipet Mohr. Sedangkan Bahan-bahannya yaitu H2SO4 6 N, KMnO4 0,01 N dan H2C2O4 0,01 N
Cara kerja :
1. Dipipet 25 mL sampel air, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Tambahkan 0,5 mL H2SO4,
beberapa teter KMnO4 0,01 N sampai berwarna merah muda sedikit agar
semua senyawa organik yang tingkatnya rendah dioksidasi menjadi tingkat tinggi.
3. Dipipet 10 mL larutan KMnO4 0,01
N ke dalamnya. Warna larutan akan berwarna merah.
4. Dididihkan larutan tersebut, catat jamnya.
Warna larutan akan lebih muda, biarkan mendidih selama 10 menit lalu diangkat.
5. Turunkan suhu 80oC, ditambahkan
10 mL asam oksalat 0,01 N dengan pipet khusus. Larutan akan menjadi bening pada
oksalat berlebih.
6. Dalam suhu 70-80oC titasi
larutan dengan KMnO4 0,01 N sampai berwarna pink.
Perhitungan :
(10 + a) b – (10 x c) 31,6 x 1000
dimana : a = titrasi KMnO4 c = NH2C2O4
0,1 N
b = N KMnO4 d = sampel air (mL)
8. KESADAHAN TOTAL
Alat-alat yaitu Pipet volume 10,0 mL, Erlenmeyer dan Buret. Sedangkan Bahan-bahannya yaitu Larutan EDTA, Larutan Buffer pH 10 dan Indikator EBT
Cara kerja :
1. Dipipet 10 mL air dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Tambahkan indikator EBT hingga larutan menjadi merah muda.
3. Tambahkan larutan buffer pH 10 sebanyak 1-1,5 mL.
4. Dititrasi dengan larutan EDTA hingga menjadi biru muda.
5. Catat volume EDTA yang dipakai.
Perhitungan :
mg/L CaCO3 = mL EDTA X faktor EBT X 10
mL sampel
9.
KESADAHAN Ca
Alat-alat yaitu Pipet volume 10,0 mL, Erlenmeyer dan Buret. Sedangkan Bahan-bahannya yaitu Larutan
EDTA 0,01 N, Indikator
Maurexide dan Larutan NaOH
1N.
Cara kerja :
1. Dipipet 10,0 mL sampel, dimasukkan dalam erlenmeyer.
2. Ditambahakan 1 mL NaOH.
3. Ditambahkam indikator Maurexide 0,1 g dan
aduk sampai warnanya merah bata.
4. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai terbentuk warna ungu.
5. Catat volume EDTA yang terpakai.
Perhitungan :
mg/ L Ca = mg EDTA x faktor EDTA x 10000
mL sampel
KESADAHAN Mg
Perhitungan :
mg/L Mg = (kesadahan total – kesadahan Ca) x 0,24
10. SEDIMEN
a. Klorofil a Sedimen
Sampel sedimen (top soil) diambil ± 5 g, kemudian dilarutkan
dengan 10
ml aceton 90%, dihomogenkan dengan menggunakan blender selama 2 menit
dalam ruangan yang sedikit cahaya. Sedimen dan larutan aceton disimpan
selama satu malam pada suhu 40C. Suspensi diambil, dimasukkan dalam
tabung reaksi,
disentrifuse dengan kecepatan rendah selama 5 menit, kemudian dilihat kerapatan optiknya pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm. Penghitungan kandungan klorofil
sedimen dilakukan dengan menggunakan rumus (Vollenweider et al., 1974) :
μg chlorofil a per sampel = 11,9 . D665 . v/l
D665 = kerapatan optik pada panjang gelombang 665 nm
V = volume akhir aceton (ml)
l = panjang sel spektrofotometer (1 cm)
b. Bahan organik
Sampel sedimen diambil dari tambak kemudian dikeringkan selama 12 jam dengan oven pada suhu 60º C. Sampel diambil dari
tempat oven dan ditimbang sebanyak 10 gram. Berat sampel sedimen yang didapatkan ini sebagai berat
awal (Wo). Sampel yang
telah ditimbang ini selanjutnya diproses dalam tanur pengabuan (muffel furnace)
dengan temperatur 550oC selama 4 jam. Setelah 4 jam sediemen yang ada dalam muffel
furnace diambil dan ditimbang (Wt). Bahan organik yang hilang selama pengabuan
(loss on ignation) diketahui sebagai bahan organik total yang dinyatakan dalam
persen dengan menggunakan persamaan Allen et al. (1976), yaitu sebagai berikut :
Wo – Wt
Li = ------------ x 100%
Wo
Dimana :
Li = loss on ignation (%)
Wo = berat awal (gram)
Wt = berat akhir (gram)
11. NUTRIEN
1. Nitrogen
Sampel air sebanyak 10 ml disaring dengan kertas saring, kemudian
ditambah bufer nitrat 0,4 ml. Sampel air ditambah dengan larutan
pereduksi
sebanyak 0,2 ml (larutan hidrazin sulfate dan kupri sulfat dengan
perbandingan
1:1), kemudian dibiarkan selama satu malam. Keesokan harinya larutan
ditambah dengan larutan aceton 0,4ml kemudian dicampur dengan baik dan
ditambahkan larutan sulfanilamide 0,2ml kemudian dicampur dengan baik,
setelah itu larutan sampel ditambahkan larutan nepthylenediamine 0,2ml
kemudian dicampur dengan baik. Setelah 15 menit, dilihat hasilnya pada
pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 nm (APHA, 1992).
2. Fosfor
Sampel air sebanyak 10 ml disaring kemudian memasukkannya ke dalam
erlenmeyer. Sampel air ditambahkan combined reagent masing-masing
1,6 ml,
yang terdiri dari campuran : H2SO4 5N (10ml), potasium antymonil
tartrat/PAT
(1ml), Amonium molibdat (3ml), dan ascorbic acid (6 ml), kemudian larutan didiamkan selama 30 menit. Setelah
itu dilakukan pengamatan kerapatan optik
pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 880nm (APHA, 1992).
12. SULFUR
Pertama-tama air sampel diambil sebanyak 25 ml kemudian ditambahkan BaCl2 sebanyak
satu sudip. Dilakukan hal yang sama pada larutan blando dan larutan standar 1
ppm. Kemudian dilakukan pengukuran pada spectrometer dengan panjang gelombang
sulfat. Setelah semuanya selesai diukur, dimasukkan ke dalam rumus dan
dihitung.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Parameter kimia dari kualitas air
dapat dibedakan menjadi beberapa parameter yang memiliki perbedaan satu sama
lain ataupun adakalanya saling keterkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya.
Beberapa parameter kimia yang telah dibahas
adalah salinitas, pH, alkalinitas, DO, CO2, nutrien, sulfur,
chlorin, copper, sedimen, dan lain-lain.
3.2.
Saran
Dalam setiap pembuatan makalah ataupun paper
sebaiknya memperhatikan dari setiap informasi yang telah tulis. Dan seharusnya
masing-masing mahasiswa dapat memahaminya.
DAFTAR
PUSTAKA
Almeida, S.F.P. 2001. Use of Diatom for Freshwater
Quality Evaluation in Portugal. Limnetica, 20(2) : 205-213.
Asociation Espanola de Limnologia, Madrid, Spain
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pond for
Aquaculture. Department of Fisheries and Allied Aquacultures. Auburn
University, Alabama, USA
Basmi, J. 1999. Planktonologi
: Chrysophyta-Diatom Penuntun Identifikasi.
Barbour, M.T., Gerritsen, J., Snyder, B.D., Stribling,
J.B. 1999. Rapid Bioassessment Protocols for se in Stream and Wadeable
Rivers : Periphyton, Benthic Macroinvertebrates and Fish, Second Edition.
EPA 841-B-99-002. U.S. Environmental Protection Agency ; Office of
Water; Washington D.C.
Ghosal, S. Rogers, M. and Wray, A. 2000. Turbulent Life
of Phytoplankton. Proceeding of The Summer Program 2000, Centre for
Turbulence Research, pp. 1-45.
Harding, W.R., Archibald C.M., Taylorb, J.C. 2005. The
Relevance of Diatom for Water Quality Assessment in South Africa : A
position paper. Water SA, 31 (1), January.
Sukran, D., Nurhayat, D., Didem, Elmaci. 2006.
Relationships Among Epipelic Diatom Taxa, Bacterial Abundances and Water
Quality in a Highly Polluted Stream Catchment, Bursa – Turkey. Environmental
Monitoring and Assessment, 112 ( 1-3) : 1-22.
Wasielesky, W, Bianchini, A, Sanchez, C.C, Poersch, L.H.
2003. The effect of Temperature, Salinity and Nitrogen Products on Food
Consumtion of Pink Fartantepenaeus paulensis. Brazilian Archives of
Biology and Technology. 46 : 135-141
No comments:
Post a Comment