Thursday, 29 December 2011

Cara Makanan Pada Budidaya Organisme Air

Ikan Tambakan (Helostoma teminckii) dan Ikan Semah (Tor douronensis Blkr)


IKAN TAMBAKAN
I. Pendahuluan
Tambakan (Helostoma teminckii) termasuk kedalam golongan black fish, merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Ikan ini banyak dijumpai diperairan rawa Kalimantan dan merupakan tangkapan utama bagi nelayan setempat karena harga jual yang cukup tinggi (Rp 12.000/kg). Pengamatan kebiasaan makan ikan (food habit) merupakan salah satu cara untuk mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi.
Ikan Tambakan (Helostoma temminckii) merupakan hasil tangkapan utama nelayan di Danau Sababila. Dalam dunia perikanan ikan ini memiliki nilai komersial sehingga di khawatirkan tingkat eksploitasi terhadap ikan ini akan tinggi. Nilai jual ikan ini dapat mencapai + Rp. 12.000/kg. Jika penangkapan Tambakan (Helostoma temminckii) tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah kelestarian, maka kondisi ini dapat mengakibatkan penurunan populasi ikan tersebut di Danau Sabbila sehingga perlu upaya pengelolaan untuk memelihara kelestarian sumberdaya ikan ini agar potensinya tetap lestari. Untuk mendukung kegiatan pengelolaan Tambakan (Helostoma temminckii), diperlukan informasi yang meliputi aspek-aspek biologi dan ekologinya. Salah satu aspek biologi yang perlu dikaji adalah kebiasaan makanan Biawan (Helostoma temminckii), yang mencakup kualitas dan kuantitas makanan serta kaitannya dengan perubahan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Lagler et al. (1977), yang menyatakan bahwa beberapa jenis ikan kebiasaan makanannya dapat berubah karena musim dan ketersediaan makanan di dalam perairan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kebiasaan makanan ikan Tambakan (Helostoma temminckii) di Danau Sababila dengan melihat komposisi jenis makanannya.


II. Jenis Ikan dan Kebiasaan Makan
Ikan tambakan (Helostoma temminckii) adalah ikan omnivora yang mau memakan hampir segala jenis makanan. Makanannya bervariasi, mulai dari lumut, tanaman air, zooplankton, hingga serangga air. Ikan tambakan memiliki tapis insang (gill raker) yang membantunya menyaring partikel plankton dari air. Menurut Ong (1961) dalam Rifai (1973), makanan alami ikan tambakan yang didapat dari hasil analisa usus ikan tambakan pada kolam di daerah Nyangseret Bandung adalah Oscillatoria, Phascus, Euglena, Pleurococcus, Kirchneriella, Pediastrum, Polyodon, Scenedesmus, Rhapidium, Selestastrum, Navicula, Cyclotella, Chlamydomonas, Perinidium, Gonium, Chlorella, Dynobryon, Staurastrum, Cocconeis, Eutotia, Pelurosigma dan Cymbllea.Ikan tambakan adalah jenis ikan omnivora yang mau memakan hampir segala jenis makanan. Makanannya bervariasi, mulai dari lumut, tanaman air, zooplankton, hingga serangga air. Bibirnya yang dilengkapi gigi-gigi kecil membantunya mengambil makanan dari permukaan benda padat semisal batu. Ikan tambakan juga memiliki tapis insang (gill raker) yang membantunya menyaring partikel plankton dari air. Saat sedang mencabut makanan yang menempel di permukaan benda padat memakai mulutnya itulah, ikan ini bagi manusia terlihat seolah-olah sedang "mencium" benda tersebut.
Hasil analisis isi alat pencernaan ikan Biawan dengan menggunakan metode frekuensi kejadian diperoleh macam organisme yang dimakan. Frekuensi kejadian yang tertinggi ditemukan pada jenis Diatom (89,47 %), Closterium (78,95 %), Ulotrix (73,68 %) dan Mougetia (63.16 %) (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar makanan yang dimakan ikan Biawan merupakan phytoplankton namun hanya sebagian kecil ikan yang memakan zooplankton.

Pada di atas dapat ditelaah secara keseluruhan makanan ikan Tambakan adalah fitoplankton dan zooplankton, sedangkan makanan tambahannya tumbuhan air. Menurut Utomo (1994), ikan Tambakan merupakan jenis ikan pemakan plankton, periphyton dan organisme kecil lainnya. Selanjutnya dinyatakan pula, urutan kebiasaan makanan ikan dibedakan ke dalam empat kategori berdasarkan persentase indeks bagian terbesar, yaitu makanan utama, makanan pelengkap, makanan tambahan, dan makanan pengganti. Makanan utama adalah makanan yang dimakan ikan dalam jumlah yang besar. Makanan pelengkap adalah makanan yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan dalam jumlah yang lebih sedikit. Makanan tambahan adalah makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan dalam jumlah yang sangat sedikit. Makanan pengganti adalah makanan yang hanya dimakan jika makanan utama tidak tersedia.
III. Pakan dan Pertumbuhan
Pakan ikan Tambakan di Danau Sababila adalah fitotoplankton dan zooplankton, sedangkan makanan tambahannya berupa tumbuhan air. Kondisi kualitas perairan terutama pH, oksigen dan suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan terutama ikan, sehingga pH, oksigen dan suhu dapat dijadikan sebagai faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme di suatu perairan. pH perairan di lokasi studi sekitar 4.5 dengan air berwarna hitam. Rendahnya pH perairan di propinsi ini disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik akibat proses pembusukan vegetasi yang hidup disekitar perairan tersebut. Hasil pengukuran temperatur di lokasi penelitian diperoleh kisaran suhu di Danau Sababila sekitar 30o C, sedangkan kecerahan perairan yang dicapai sebesar 85 cm (Tabel 2).
Tabel Parameter Kualitas Perairan di Danau Sababila Kalimantan Tengah
No Parameter Nilai
1. Suhu (o C) 30
2. pH 4.5
3. Kecerahan (m) 0.85
4. Kedalaman (m) 1.3
5. Chlorophil (mg/m3) 0,80-2.46
6. Bahan organik (ml) 4.78-6.31
7. Phosphat (ppm) 0.06-0.11
8. Tot. N (ppm) 0.04-7.04
9. Sulfat (ppm) 0.42-0.96
Bahan organik total atau total organic matter (TOM) menggambarkan jumlah bahan organik suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, bahan organik tersuspensi dan koloid. Berdasarkan hasil analisis laboratorium diperoleh nilai bahan organik total perairan rawa asam di Danau Sababila berkisar antara 4.78-6.31 ml.
Kadar fosfat yang dicapai berkisar antara 0.06-0.11 ppm. Kadar fosfat ini lebih besar dari 0,201 ppm, tergolong perairan yang memiliki tingkat kesuburan yang sangat baik Keadaan perairan dengan kadar fosfat kurang dari 0,010 ppm tergolong perairan dengan tingkat kesuburan rendah (Alaerts, 1984). Sedangkan menurut SEPA (1991) dalam Sulastri (2004), untuk parameter TP > 0,05 mg/l termasuk kategori perairan yang sangat kaya nutrien. Jika dilihat dari kadar fosfat, perairan di lokasi studi tergolong perairan dengan tingkat kesuburan sedang. Menurut Sihotang (1996), nilai-nilai fosfat yang tinggi mencerminkan produksi organik yang tinggi, baik yang berasal dari dasar perairan maupun permukaan perairan.
Guna menggambarkan tingkat kesuburan perairan atau produktifitas primer suatu perairan perlu dilakukan analisis chlorophil. Produktifitas primer suatu perairan sangat dipengaruhi oleh fitoplankton. Begitu pentingnya arti fitoplankton dalam suatu perairan banyak pengamatan tentang produktifitas fitoplankton dilakukan oleh pakar ekologi perairan dan pakar limnologi. (Sihotang, 1996).
Nilai khlorofil C yang terdapat di Danau Sababila berkisar antara 0,08-2,46. Berdasarkan data diatas dapat ditelah bahwa semakin tinggi nilai khlorofil maka perairan tersebut semakin subur. Begitu pula sebaliknya semakin rendah nilai/kandungan khlorofil dalam suatu perairan maka perairan tersebut semakin kurang subur. Walaupun demikian produktifitas atau kesuburan perairan di lokasi studi cukup rendah. Rendahnya kesuburan di perairan asam dapat disebabkan karena perairan rawa yang cenderung berwarna coklat tua sehingga menghalangi penetrasi cahaya matahari menembus badan air. Akibatnya proses fotosintesisi fitoplankton didalam perairan semakin berkurang.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kadar sulfat berkisar 0.42-0.96 ppm. Menurut Adriani et al (2003), baku mutu air untuk kegiatan perikanan, dimana kadar senyawa sulfat di perairan tidak boleh melebihi 0,002 ppm. Di dalam perairan, sulfat dapat berasal dari batuan dasar perairan (autochthonous) ataupun dari kegiatan pemukiman, wisata, perikanan dan pertanian. Menurut Ryding dan Rast (1989) dalam Adriani et al (2003), kegiatan-kegiatan tersebut merupakan sumber unsur N, P dan S.
IV. Pakan Ikan
Pakan utama ikan Tambakan adalah tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan kecil seperti plankton dan alga yang hidup menempel pada akar tumbuhan air dan substrat. Ikan tambakan juga menyukai jenis makanan seperti cacing Tubifex dan cacing tanah yang berukuran kecil.
V. Jenis Ikan
Ikan tambakan merupakan ikan air tawar yang bersifat bentopelagik (hidup di antara permukaan dan wilayah dalam perairan). Wilayah asli tempatnya tinggal umumnya adalah wilayah perairan tropis yang dangkal, berarus tenang, dan banyak terdapat tanaman air. Pada awalnya ikan tambakan hanya ditemukan di perairan air tawar Asia Tenggara, namun belakangan mereka menyebar ke seluruh wilayah beriklim hangat sebagai binatang introduksi. Ikan Tambakan termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis penting dan penyebarannya meliputi Thailan, Vietnam, Selandiabaru, Filifina, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa (Forselius, 1957 ; Bardach et al 1975)







IKAN SEMAH
I. Pendahuluan
Perairan Danau dan aliran-aliran Sungai yang berarus deras disekitar Danau Kerinci serta di perbukitan yang sungainya jernih merupakan habitat alami ikan semah (Tor douronensis Blkr) yang berada di Kabupaten Kerinci. Ikan semah di Sungai-sungai disekitar Danau Kerinci menurut pengamatan di lapangan, populasinya sudah sangat rendah, hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala semakin sukarnya ikan tersebut ditangkap, pola distribusinya yang mengelompok serta semakin kecilnya ikan yang ditangkap (Dede dkk, 1995). Adapun penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat karena nilai ekonomi ikan semah tersebut tergolong tinggi. Ikan semah merupakan ikan konsumsi yang dagingnya tebal, rasanya enak, manis dan kaya akan minyak ikan,dan untuk kesehatan karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi dan kaya asam lemak omega-3 yang dapat mengurangi resiko serangan jantung (Haryono, 2006). Pada saat ini permasalahan yang dihadapi adalah keberadaan jenis ikan semah sudah mulai terancam punah, karena penangkapan secara intensif berjalan terus. Meskipun dilaporkan masih adanya ikan semah tetapi karena intensitas penangkapan yang semakin tinggi menyebabkan populasi ikan ini terancam kelestariannya, sedangkan kegiatan budidaya untuk pembesaran dan pemijahan untuk menghasilkan larva ikan semah belum maksimal (Haryono dan Subagja, 2008). Pada umumnya, stadium larva ikan merupakan masa yang sangat penting dan kritis karena pada stadium ini larva ikan sangat sensitif terhadap ketersedian pakan dan faktor lingkungan seperti serangan penyakit. Hal ini disebabkan larva ikan belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, dengan sistem pencernaan yang belum sempurna, terutama sekali larva ikan belum mempunyai lambung dan aktifitas enzimnya belum optimal sehingga perlu di berikan pakanan alami yang mengandung enzim pencernaan yang dapat membantu proses pencernaan makanan pada larva (Muchlisin dkk, 2003). Usaha domestifikasi dan pembenihan ikan semah telah dilakukan dan telah berhasil mendapatkan benih dalam jumlah yang mencukupi, tapi belum pernah dilakukan pemberian pakan yang sesuai dengan larva/benih agar kelangsungan hidup larva/benih ikan semah lebih optimal (Syandri dan Basri, 1999). Keberhasilan memperoleh jumlah larva ikan semah yang mengcukupi tidak berguna, jika larva ikan semah yang dihasilkan tidak dapat dipeliharan dengan baik dan pemberian pakan yang tidak sesuai, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dalam pemberian pakan yang optimal dalam pemeliharaan larva ikan semah .Untuk mengetahui potensi ikan semah sudah seharusnya dilakukan penelitian yang meliputi pemeliharaan larva dan benih sehingga produksinya dapat ditingkatkan dan pertumbuhannya dapat dijadikan acuan dalam usaha budidaya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pemberian Pakan Alami Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Semah (Tor douronensis Blkr).
II. Jenis Ikan dan Kebiasaan Makan
Habitat asli ikan semah umumnya di Danau dan Sungai di daerah perbukitan dengan air yang jernih dan berarus kuat, ikan semah bersifat pemakan segalanya atau omnivora. Di habitat aslinya, ikan semah tersebut memakan tumbuhan dan hewan yang terdapat di substrat/kerikil, sedangkan pada kondisi ex-situ memakan cacing, pellet dan lain-lain yang diberikan oleh para pembenih (Haryono dan Subagja, 2008). Pola penyebaran ikan semah merupakan pola pensesuaian sesuai dengan tingkatan atau kelompok umur dalam perkembangan hidupnya, dari stadium larva sampai dewasa ( Dede dkk, 1993).
III. Pakan dan Pertumbuhan
Pertumbuhan ikan adalah perubahan bentuk ikan baik berat, panjang maupun volume yang disebabkan pertambahan waktu, ikan dapat tumbuh dengan baik jika jenis pakannya memiliki kandungan gizi lengkap, yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin serta mineral dalam jumlah tertentu. Pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang diberikan setiap harinya. Untuk tumbuh secara optimal larva ikan harus memakan pakan bergizi. (Djajasewaka, 1985) semua spesies ikan membutuhkan pakan yang terdiri dari protein dengan asam amino essensial, lemak sesnsial, karbohidrat, vitamin dan mineral. Banyaknya gizi yang dibutuhkan disamping tergantung pada spesies ikan, juga tergantung pada ukuran atau besarnya ikan serta lingkungan hidup ikan tersebut. Pakan merupakan sumber energi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Kandungan yang terpenting dalam pakan adalah protein. Jumlah dan kualitas protein mempengaruhi pertumbuhan ikan. Protein yang dibutuhkan dalam pakan pakan pada setiap jenis ikan berkisar 20-60%. Mudjiman (1984) protein yang berasal dari Kuning Telur merupakan protein hewani, protein ini mudah dicerna oleh hewan. Tujuan utama pemberian makanan pada ikan secara umum adalah untuk mencapai pertumbuhan individu atau populasi, oleh karena itu ikan yang berhasil mendapatkan makanan akan mengalami pertumbuhan dan setelah bertambah besar akan mengubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitas yang akhirnya akan mengikuti kebiasaan seperti induknya. Pada awal larva mortalitas tinggi karena terjadi proses pembentukan saluran pencernaan, pembentukkan alat-alat pernafasan tambahan dan proses perubahan makan dari kuning telur yang terdapat dalam tubuhnya beralih pada pakan yang terdapat diluar tubuhnya. Mortalitas akan lebih tinggi lagi apabila makanan disekitarnya kurang memadai (Djajasewaka,1985). Jauhari (1990) protein adalah salah satu nutrisi yang penting karena sebagai pembentuk jaringan tubuh. Giri dalam (Priyambodo) Kandungan protein sangat berpengaruh terhadap perumbuhan larva ikan. Pertumbuhan individu akan terjadi bila ada kelebihan energi dan asam amino yang berasal dari pakan setelah digunakan tubuh untuk metabolisme, darah, pergerakkan, perawatan bagi tubuh atau pengganti sel-sel yang telah rusak. Pakan yang diberikan pada ikan tidak boleh melebihi kebutuhan hidupnya. Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ikan secara umum berkisar antara 5 sampai dengan 6% dari berat tubuhnya perhari. Pemberian pakan yang tepat dapat memacu pertumbuhan benih semah. Umumnya pakan alami yang mengandung kadar protein tinggi. Jenis pakan alami yang dapat diberikan pada benih semah antara lain:
1.Tubifexsp
Tubifex sp dikenal dengan nama cacing rambut atau cacing sutera merupakan jenis pakan alami yang disenangi oleh benih ikan. Cacing tubifex sp ini biasanya hidup di saluran air yang jernih dan sedikit mengalir dengan dasar perairan mengandung banyak bahan organik yang dijadikan makanannya. Komposisi zat gizi yang terdapat pada Tubifex yaitu protein 57%, lemak 13, 3% serat kasar 2,04% kadar air 87,19% dan kadar abu 3,6%. Tubuh cacing tubifek berukuran5-15mm,segmen-segmentidaktampak(Priyambodo,2000).
2.Artemiasalina
Artemia mempunyai karapas yang tipis (1 mikron), lambat dalam berenang, biasa digunakan dalam perangsang selera, tinggi kandungan protein dan asam aminonya serta mengandung asam lemak esensial Kandungan gizi yang terdapat pada Artemia yaitu : protein 46%, lemak 1-20% serat kasar 1-20% kadar air 1-20% dan kadar abu 1-20% (Jusadi,2003).
3.Kuning Telur Menurut Isnanstyo dan Kuniastuty, 1995) kandungan protein yang dimiliki oleh kuning telur ayam ras12%.
4.Dapnia
Daphnia merupakan pakan alami hidup yang merupakan pakan alami jenis zooplankton. Daphnia mampu hidup dalam air yang kandungan oksigennya sangat rendah. Pakannya terdiri dari bakteri, tumbuh-tumbuhan renik dan detritus (bahan organik yang sedang membusuk) (Inansetyo dan Kurniastuty, 1995). Adapun kandungan gizi yang terdapat dalam tubuh dapnia adalah kadar protein 40%, kadar lemak 8,00%, kadar serat kasar 2,58% dan kadar abu 4,00% (Priyambodo,2000).
Kelangsungan Hidup
Berdasarkan penelitian Irmawan (1987), diperoleh informasi bahwa pada waktu larva berumur tiga hari banyak terjadi kematian, sehingga terjadi penurunan kelangsungan hidup biasa mencapai kira-kira 30% saja pada suhu 27oC. Setelah larva berumur tujuh hari, maka pertumbuhannya dapat ditingkatkan sampai umur empat belashari. Menurut Effendi (2004), kelangsungan hidup ikan adalah persentase ikan yang hidup dari seluruh ikan yang dipelihara setelah melewati masa pemeliharaan. Kelangsungan hidup ikan pada saat post larva sangat ditentukan oleh tersedianya makanan. Makanan yang diberikan akan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup dalam pertumbuhan ikan. Ikan akan mengalami kematian apabila dalam waktu yang singkat tidak berhasil mendapatkan makanan, akibatnya akanterjadikehabisantenaga.
Kualitas Air
Air merupakan faktor yang sangat penting dan mempengaruhi kehidupan ikan maupun organisme lainnya. Parameter kualitas air yang umum berpangaruh terhadap pertumbuhan ikan adalah suhu, oksigen terlarut, karbon dioksida, pH dan amoniak (Arlia, 1994).
Air sebagai lingkungan tempat hidup organisme perairan harus mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan dari organisme tersebut. Sebagai salah satu faktor penting dalam operasional pemeliharaan larva, kualitas air perlu dijaga dalam kondisi prima, baik dalam aspek fisika, kimia dan biologi. Beberapa yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan adalah suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, pH dan amoniak (NH3). Oksigen terlarut dalam air dibutuhkan sekali untuk berbagai proses dalam pertumbuhan ikan secara normal. Karena itu oksigen merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam budidaya ikan. Jika kandungan oksigen kurang dari 2 ppm dalam waktu lebih dari 8 jam setiap harinya ini berbahaya bagi ikan akibatnya ikan bisa mati dalam keadan kekurangan oksigen (Boyd,1996). Suhu air berpengaruh terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi untuk ikan dan ini mempengaruhi terhadap kegiatan metabolisme ikan, peningkatan suhu air akan diiringi oleh peningkatan laju metabolisme yang disebabkan karena meningkatnya konsumsi pakan sehingga akan meningkatkan pertumbuhannya. Namun demikian setiap organisme mempunyai suhu minimum, optimum dan maksimum untuk hidupnya, dan kemampuan untuk memyesuaikan diri sampai titik tertent. Amoniak yang terdapat dikolam dan perairan lainya merupakan produk hasil metabolisme ikan dan senyawa organisme lainnya yang dirombak oleh bakteri yang ada diair (Boyd, 1996). Konsentrasi amoniak diperairan akan mengurai daya ikat haemoglobin terhadap oksigen yang akhirnya menyebabkan kematian pada ikan. Didaerah tropis disarankan kandungan amoniak yang baik untuk kelangsungan hidup ikan tidak melebihi 1 ppm (Djajasewaka, 1985).
Hasil
Pertumbuhan Berat Mutlak, Data hasil pengamatan berat mutlak larva ikan semah dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Rata-rata pertumbuhan berat mutlak (gram) larvaikansemahselamapenelitian.Perlakuan Rata-rata berat awal (Gram) Rata-rata berat akhir (Gram) Rata rata berat mutlak (Gram) Tubifek 0.04 0.635 a 0.595 a Artemia 0.04 0.550 b 0.510 b Daphnia 0.04 0.507 c 0.477 b Kontrol 0.4 0.425 d 0.385 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf nyata 5% dan yang angaka diikuti oleh hurup yang berbeda menunjukkan berbedanyata. Berdasarkan Tabel 4.1, bahwa hasil dari analisis sidik ragam pada taraf 5% untuk rata-rata berat awal tidak berbeda nyata dan sedangkan pada berat akhir antara perlakuan dan kontrol berbeda nyata, serta pada berat mutlak antara kontrol dan perlakuan juga menunjukan berbeda nyata. Rata-rata berat mutlak larva ikan semah selama penelitian menunjukan kontrol dengan perlakuan pemberian pakan alami Cacing Tubifex, Artemia dan Daphnia berbeda nyata. Dari data terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan berat mutlak larva ikan semah selama penelitian yang teringgi adalah perlakuan C (Pemberian pakan Tubifex) yaitu 0.595 gram diikuti perlakuan B (Pemberian pakan Artemia) yaitu 0.510 gram diikuti perlakuan D (Pemberian pakan Daphnia) yaitu 0.477 gram sedangkan yang terendah pada perlakuan A (Kontro) Yaitu 0.385 gram. Untuk lebih jelasnya, perbedaan rata-rata pertumbuhan berat mutlak larva ikan semah setiap perlakuan selama penelitian. Grafik Rata-rata Berat Larva Ikan Semah setiap 10 hari selama penelitian ( A : Kontrol, B : Artemia, C : Tubifex dan D : Daphnia) . Berdasarkan Grafik 4.1, pemberian pakan alami selama penelitian berpengeruh terhadap pertambahan berat larva ikan semah. Rata-rata pertambahan berat larva ikan semah paling tinggi adalah perlakuan C (pemberian pakan alami cacing Tubifex) yakni 0.635 gram, selanjutnya diikuti perlakuan B (pemberian pakan alami Artemia) yakni 0.55 gram, seterusnya dikuti perlakuan D dan kontrol yakni pemberian pakan alami Daphnia 0.517 gram dan kontrol 0.425gram. 4.1.2 Pertumbuhan panjang Mutlak Data hasil pengamatan panjang mutlak larva ikan semah dari masing masing perlakuan selama penelitian. Ratarata Pertmbuhan Panjang Mutlak (cm) larva ikan semah selama penelitian. Perlakuan Rata-rata Panjang awal (Cm) Rata-rataPanjangakhir(Cm)Rata-rata Panjang mutlak (Cm).
Tubifex 0.8a 2.410a 1.600a
Artemia 0.8a 1.925b 1.125b
Daphnia 0.8a 1.875b 1.075c
Kontrol 0.8a 1.725c 0.925d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf nyata 5% dan yang angaka di ikuti oleh hurup yang berbedamenunjukkanberbedanyata.
bahwa hasil dari analisis sidik ragam pada taraf 5% untuk rata-rata berat awal tidak berbeda nyata dan sedangkan pada panjang akhir antara perlakuan dan kontrol berbeda nyata. Serta pada panjang mutlak antara kontrol dan perlakuan juga menunjukan berbeda nyata. Rata-rata panjang mutlak larva ikan semah selama penelitian menunjukan kontrol dengan perlakuan pemberian pakan alami Cacing Tubifex, Artemia dan Daphnia berbeda nyata.
Dari data terlihat bahwa rata-rata perumbuhan Panjang mutlak larva ikan semah selama penelitian yang teringgi adalah perlakuan C (Pemberian pakan Tubifex) yaitu 1.600 cm diikuti perlakuan B (Pemberian pakan Artemia) yaitu 1.125 cm diikuti perlakuan D (Pemberian pakan Daphnia) yaitu 1.075 cm sedangkan yang terendah pada perlakuan A (Kontrol) Yaitu 0.925cm. Untuk lebih jelasnya perbedaan rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan semah setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Rata-rata panjang larva ikan semah setiap 10 hari selama penelitian ( A : Kontrol, B : Artemia, C : Tubifex dan D : Daphnia). Berdasarkan Grafik, pemberian pakan alami selama penelitian berpengeruh terhadap pertambahan panjang larva ikan semah. Rata-rata pertambahan panjang larva ikan semah paling tinggi adalah perlakuan C (pemberian pakan alami cacing Tubifex) yakni 2.4 cm, selanjutnya diikuti perlakuan B (pemberian pakan alami Artemia) yakni 1.9 cm, seterusnya dikuti perlakuan D dan kontrol yakni pemberian pakan alami Daphnia 1.8 cm dan kontrol 1.7 cm. 4.1.3 Tingkat kelangsungan hidup. Data hasil pengamatan kelangsunagn hidup larva ikan semah dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada 3. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (%) larva ikan semah selama penelitian Perlakuan Tingkat kelangsungan hidup Kuning Telur Artemia Tubifex Daphnia 92% 92% 91% 90% Berdasarkan Tabel 4.3, bahwa hasil dari analisis sidik ragam pada taraf 5% untuk rata-rata kelangsungan hidup larva ikan semah selama penelitian tidak berbeda nyata.
Untuk lebih jelasnya perbedaan rata-rata Tingkat kelangsungan hidup larva ikan semah selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2 dibawahini. Gambar 4.2 Diagram kelangsungan hidup larva ikan semah selama penelitian Dari Diagram 4.2, dapat dilihat persentase dari kelangsungan hidup larva ikan semah selama penelitian. Berdasarkan diagram tersebut, rata-rata persentasi dari kelangsngan hidup larva ikan semah tidak berbeda nyata antara control dengan perlakuan.
Pembahasan
Pertumbuhan Berat Mutlak Dalam penelitian ini, berat merupakan salah satu parameter pengamatan. Berdasarkan Tabel 4.1, bahwa pakan yang paling baik adalah pada perlakuan C (pemberian pakan alami cacing tubifex) hal ini dikarenakan cacing Tubifek mengadung protein yang sangat tinggi yakni 57% yang digunakan larva ikan untuk pertumbuhannya. Menurut Jauhari (1990) protein adalah salah satu nutrisi yang penting karena sebagai pembentuk jaringan tubuh. Giri dalam (Akhmad, 2000) menambahkan, kandungan protein sangat berpengaruh terhadap perumbuhan larva ikan. Selain faktor protein, faktor daya tarik makanan diduga juga memainkan peran yang penting dalam pertumbuhan larva. makanan yang memiliki daya tarik yang lebih baik akan dapat merangsang nafsu makan larva. sedang kuning telur merupakan pakan yang tidak aktif bergerak sehingga diduga hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan pada perlakuan A (pemberian pakan kuning telur sebagai kontrol) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, begitu juga dengan perlakuan B (pemberian pakan Artemia) dan perlakuan D (Pemberian pakan alami Daphnia) yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan berat yang rendah dibandingkan dengan perlakuan C (Pemberian pakan cacing Tubifex). Perlakuan A (kontol) memberikan pengaruh pertumbuhan berat yang paling rendah. Hal ini disebabkan Kuning telur memiliki kandungan protein sekitar 12% sehingga tidak mencukupi untuk menunjang pertumbuhan berat dan panjang larva ikan semah.

Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pada penelitian ini, panjang juga merupakan parameter pengamatan. pada Tabel 4.2, menunjukan bahwa pertumbuhan panjang mutlak, terjadi perbedaan pertumbuhan ikan uji. Pertumbuhan panjang mutlak dipengaruhi oleh pemberian pakan alami yang berbeda pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan C (Pemberian pakan Tubifex) memiliki pertumbuhan panjang mutlak yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dikarenakan kandungan protein yang dalam tubuh Tubifex tinggi yakni 57%. Pakan yang diberikan selain untuk pertambahan berat juga kelebihannya digunakan untuk pertumbuhan panjang. Djajasewaka (1985) ikan membutuhkan pakan untuk perumbuhan berat kelebihan dari pakan tersebut digunakan ikan untuk pertumbuhan panjangnya. Dari segi kebiasaan makannya ikan semah tergolong omnivora dengan kecenderuang lebih menyukai makanan yang mengandung protein hewani (Suyanto, 1998). selain faktor protein makanan yang dimakan, faktor daya tarik makanan diduga juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. makanan yang memiliki daya tarik yang lebih baik akan dapat merangsang nafsu makan larva ikan. Bila makanan yang diberikan mengandung protein rendah, maka pertumbuhannya lambat (Rachmatun,2005).
Kelangsungan hidup, bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan semah selama penelitian pada semua perlakuan cukup tinggi antara 90 – 92%. Persentase tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi terdapat pada perlakuan B (Pemberian pakan Artemia) dan perlakuan A (Pemberian pakan Kuning Telur sebagaia kontrol) 92%, perlakuan D (Pemberian pakan Daphnia) yaitu 91% serta yang paling rendah pada perlakuan C (Pemberian pakan Tubifex sp) yaitu 90%. Setelah dilakukan Analisis menunjukkan pengaruh pemberian pakan alami yang berbeda terhadap larva ikan semah memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut atau uji duncans. Rendahnya kelangsungan hidup pada perlakuan C (Pemberian pakan Tubifex ) dibandingkan dengan perlakuan yang lain diduga disebabkan oleh tingginya kadar amoniak pada perlakuan C yang diberi pakan Tubifex, dimana sebagai data penunjang dalam penelitian ini maka dilakukan pengujian kualitas air media pemeliharaan ikan uji. Air sebagai lingkungan tempat organism hidup tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap larva ikan semah antara lain suhu, oksigen terlarut, pH dan Amoniak. Suhu air selama penelitian berkiar antara 27-28 0C ini merupakan kisaran yang cukup baik untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis. Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) bahwa ikan-ikan tropis dapat tumbuh dan berkembang baik pada kisaran suhu antara 25-300C dengan fluktuasi tidak lebih dari 40C. Menurut Djangkaru (1974), suhu yang optimal untuk selera makan ikan yaitu 26 -280C dengan perbedaan suhu, siang dan malam tidak lebih dari 5 C, sedangkan suhu yang layak untuk budidaya ikan di daerah tropis berkisar antara 25-300 C. Kadar oksigen terlarut selama penelitian berkisar antara 2.2-2.67 ppm. Oksigen terlarut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, nafsu makan, sebaiknya kadar oksigen minimum adalah 2 ppm (Boyd, 1996). Setelah diukur kadar oksigen terlarut selama peneltian masih dalam tahap yang baik. Tingkat keasaman air (pH) media pemeliharaan selama penelitian berkisar antara 7.2 berarti cukup baik untuk kehidupan ikan. Lingga (1985) menyatakan bahwa pH air yang ideal untuk pemeliharaan ikan berkisar antara 7.0-8,5.
IV. Pakan
Di habitat aslinya, ikan semah memakan tumbuhan dan hewan yang terdapat di substrat/kerikil, sedangkan pada kondisi ex-situ memakan cacing, pellet dan lain-lain (Haryono, 2008) Semua jenis ikan membutuhkan zat-zat gizi yang baik terdiri dari protein, lemak, karbohidrat vitamin dan mineral. Jumlah gizi yang diperlukan tergantung pada jenis, ukuran lingkungan hidup dan stadia reproduksi (Djajasewaka, 1985). Pakan berfungsi sebagai sumber energi antara lain digunakan untuk pertahanan hidup, pertumbuhan dan proses perkembangbiakan (reproduksi). Benih ikan semah yang baru menetas belum memerlukan pakan dari luar selama 4-5 hari dikarenakan masih memiliki cadangan kuning telur. Pada hari ke 6 benih semah memerlukan pakan yang tepat yaitu pakan alami untuk membantu pertumbuhannya.
V. Jenis Ikan
Jenis ikan semah ini, merupakan jenis ikan air tawar yang hidup di sungai-sungai beraliran deras di pegunungan dan populasi sangat terancam akibat penangkapan berlebihan. Indikasi yang terlihat adalah semakin jarang terlihat, ukuran tangkapan semakin kecil, dan distribusi menurun. Bahkan telah dilaporkan pula penangkapan di beberapa taman nasional. Pihak berwenang di Indonesia (Balai Benih Ikan lokal), seperti di Jawa Tengah,, Padang Pariaman, dan beberapa kabupaten pedalaman Jambi telah mulai mengembangkan teknologi pembiakan menggunakan pemijahan buatan dan paket budidaya.

No comments:

Post a Comment

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Laatar Belakang Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk pengg...