TAKE HOME
MANAJEMEN KESEHATAN IKAN
OLEH
DIAN
FITRIA M
1004114392
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
Soal
Jelaskan bagaimana cara anda memonitoring
keadaan usaha budidaya sesuai dengan prinsip manajemen kesehatan ikan agar
usaha budidaya dapat berhasil sesuai dengan harapan pengusaha tersebut.
Jawaban
1) Tata Letak Kolam, Tambak
Dan Keramba
Unit kegiatan usaha
budidaya didesain dengan baik, tata letak merupakan suatu hal yang dapat
meminimalkan resiko yang berhubungan dengan kontaminasi:
v
Area budidaya hanya digunakan untuk pembudidaya ikan
1.
Unit usaha budidaya seharusnya
mempunyai desain yang baik, dengan tata letak yang meminimalkan resiko yang
berhubungan dengan kontaminasi
2.
Wadah budidaya harus berada di
lokasi yang jauh dari peternakan untuk meminimalkan bahaya pencemaran limbah
ternak.
3.
Tidak ada bukti adanya peternakan
(sapi, unggas, dsb) atau limbah yang mengontaminasi fasilitas budidaya ikan.
v Unit usaha budidaya mempunyai desain dan tata letak
yang dapat mencegah kontaminasi
silang
1.
Tata letaknya baik, area untuk wadah
budidaya, tandon penyimpanan air, tandon pengelolaan air, atau area pembuangan
lumpur dan bangunan gudang serta fasilitas lain.
2.
Tata Letak dapat menjamin
kemungkinan kontaminasi dan kontaminasi silang telah dikendalikan.
3.
Tinggi pematang kolam/tambak cukup
untuk menghindari kontaminasi
v Toilet, septic tank, gudang dan fasilitas lainnya
terpisah dan tidak berpotensi mengontaminasi produk budidaya.
1.
Mempunyai toilet dalam kondisi
bersih, dan tidak berada di area yang mungkin dapat mengontaminasi
produk.
2.
Menggunakan septic tank.
3.
Drainase dari toilets/kamar mandi
diberikan perlakuan khusus dan tidak dibuang ke saluran air masuk maupun
sistem drainase.
v
Unit budidaya memiliki fasilitas
pembuangan limbah cair/padat yang di area yang sesuai
v
Tersedia fasilitas pembuangan
sampah/limbah dan ditempatkan di lokasi yang tidak menyebabkan resiko
kontaminasi pada wadah budidaya, area panen/penanganan hasil, pemberian pakan
maupun fasilitas lain.
v Wadah budidaya (karamba, jaring) didesain dan dibangun
agar meminamilisir kerusakan fisik ikan selama pemeliharaan dan panen
1.
Perlengkapan seperti karamba dan
jaring di-desain dan dibangun untuk menjamin minimalisir kerusakan fisik ikan
selama proses pembesaran dan panen
2.
Kemungkinan besar tidak berlaku
untuk udang atau kolam ikan
2) Pemilihan Lokasi Usaha
Budidaya
Syarat-syarat lokasi untuk melakukan usaha budidaya
ikan sesuai prinsip manajemen kesehatan ikan:
1.
Ketersediaan sumber air berkualitas
bagus dan cukup sepanjang masa pemeliharaan ikan. sumber air dapat diperoleh dari sumur, aliran
irigasi, sungai, atau mata air. perlu diperhatikan bahwa pada musim kemarau
jumlah debit air berkurang dan pastikan lokasi yang anda pilih tidak kekurangan
air terutama musim kemarau. Sedangkan persyaratan air
yang digunakan dalam proses produksi benih harus layak dan sesuai dengan
kebutuhan hidup dan pertumbuhan ikan yang dipelihara (sesuai SNI). Kualitas
dan kecukupan sumber air akan berdampak langsung terhadap mutu benih ikan dan
keberlangsungan usaha pembenihan.
Sumber air yang digunakan untuk proses produksi benih ikan
harus tersedia
sepanjang tahun serta bebas cemaran mikroorganisme pathogen, bahan organik dan
bahan kimia. Bagi unit pembenihan yang memperoleh air dari sumber air yang
keruh, maka unit pembenihan tersebut harus memiliki sarana
filtrasi/pengendapan air.
2. Lokasi sebaiknya jauh dari lingkungan pabrik terutama jauh dari saluran pembuangan limbah
kimia pabrik. lokasi yang berdekatan dengan pabrik kimia sebaiknya dihindari
karena kualitas air yang ada di lokasi tersebut hampir bisa dipastikan telah
tercemar oleh limbah buangan pabrik yang sangat berbayaya. Pilih daerah yang jauh dari pemukiman padat penduduk. sebaiknya cari lokasi
yang tidak berada persisi di lingkungan padat penduduk karena usaha budidaya
ini mungkin menimbulkan gangguan yang tidak baik terhadap kenyamanan lingkungan
sekitar karena bau yang ditimbulkan dari kolam ikan. Sedangkan lokasi untuk
unit usaha pembenihan
ikan, harus berada di daerah yang
terbebas dari banjir, pengikisan daerah pantai serta
terhindar dari cemaran limbah
industri, pertanian, pertambangan dan pemukiman. Kelayakan lokasi tersebut dimaksudkan
untuk menghindari risiko kerugian dan kegagalan operasional suatu unit pembenihan
akibat adanya kontaminasi cemaran dari lingkungan sekitar.
3. Tidak ada bukti bahwa tanah dasar mengandung bahan
kimia atau kandungan lain, yang mungkin mengakibatkan tingkat kontaminasi yang
tidak dapat diterima (sebelumnya digunakan untuk industri)
4.
Pilih struktur tanah yang dapat
menampung air (tidak porous). kecuali ingin membangun kolam terpal jenis tanah
tidak perlu dipertimbangkan. untuk kolam tanah, pemilihan struktur tanah harus
menjaddi bahan pertinbangan penting. Jenis tanah yang baik untuk kolam budidaya
kebanyakan ikan adalah tanah
jenis liat atau lempung berpasir dengan kandungan 50 % tanah liat dan sedikit
kandungan pasir. jenis tanah ini apat menahan air ddalam kolam ddan tidak
rembes.
5.
Sebaiknya lokasi dekat dengan jalan
yang bisa dilalui mobil angkutan sehingga memudahkan pada waktu pengangkutan
hasil panen dan pengiriman pakan kelokasi kolam ikan.
6. Kualitas air harus
sesuai dengan ikan yang dipelihara.
7. Dekat dengan pedagang yang menjual kebutuhan pakan
ikan dan sarana produksi laiinnya sehingga dapat menekan biaya produksi.
8.
Untuk lebih
menjamin kelancaran kegiatan operasional, maka lokasi unit budidaya
ikan harus berada di daerah yang mudah dijangkau serta tersedia sarana dan prasarana
penunjang seperti jaringan listrik, sarana komunikasi dan transportasi.
9.
Pada usaha pembenihan ikan sebaiknya
tidak terletak dekat dengan kawasan
budidaya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari risiko
terjadinya infeksi penyakit
pada induk dan benih di unit pembenihan apabila di kawasan budidaya tersebut
terjadi wabah penyakit ikan. Bagi unit pembenihan yang berdekatan dengan
kawasan budidaya harus memiliki sarana pengolahan dan sterilisasi air.
Sumber
: http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html dan DR. Ir. Made L.
Nurdjana “pedoman
umum CPBI”
3) Kegiatan Budidaya
Agar
kegiatan budidaya ikan dapat berjalan secara berkelanjutan serta sesuai
manajemen kesehatan ikan, maka harus memenuhi norma-norma sebagai berikut:
1.
Penurunan keanekaragaman dan pencemaran genetik
Introduksi
spesies ikan baru yang sesuai persyaratan biologi untuk
dibudidayakan dapat menguntungkan karena produktivitasnya tinggi. Namun apabila ikan introduksi bersifat
invasif dan lepas ke perairan
umum bisa mengganti atau menempati habitat spesies asli (native spesies). Bahaya introduksi ikan
baru selain merusak biodiversitas ikan
asli, juga bisa sebagai pembawa parasit dan penyakit baru (FAO, 2010a). Adanya perkawinan kerabat
dalam budidaya dan penyusutan keragaman
genetik menyebabkan sifat unggulnya menurun. Akibatnya pertumbuhan ikan menjadi lambat, penggunaan
pakan kurang efisien, daya
tahan menurun, kematangan gonad lebih cepat sehingga tidak ekonomis untuk dipelihara. Ikan budidaya dengan
sifat genetik yang kurang
bervariasi dan rentan penyakit apabila lepas akan terjadi interaksi dengan ikan asli dan menurunkan
kualitas ikan asli.
2.
Konversi lahan
Persepsi
negatif perubahan lahan hutan menjadi tambak sejak 1996 terus didengungkan oleh beberapa kelompok
lingkungan untuk memboikot
produk udang yang dihasilkan. Alasannya karena pengusaha
menebang hutan bakau untuk dibangun tambak sehingga lahan pesisir menjadi gundul. Selama budidaya
udang berjalan terjadi intrusi
air asin ke darat, pembuangan limbah budidaya ke perairan lingkungannya dan berjangkitnya penyakit yang
berakibat pada kegagalan
panen (Diana, 2009). Setelah gagal, pembudidaya meninggalkan
lahan yang telah gundul tanpa mengembalikan lagi menjadi lahan yang produktif. Padahal hutan bakau
mempunyai fungsi
ekologi dan memiliki karagaman hayati yang tinggi, apabila ditebang dapat menyebabkan beberapa jenis
organisme air dan binatang
lain kehilangan habitatnya, kemampuan penyaring dan penjangga air limbah juga hilang. Disamping
itu, terjadi abrasi pantai akibat
ombak dan angin kencang yang tidak terhambat oleh hutan bakau.
3.
Pencemaran lingkungan
Budidaya
intensif udang dan ikan menghasilkan limbah berbentuk
partikel dan cair terutama berasal dari pemberian pakan (Gowen et al., 1994). Limbah partikel
yang mengendap di bawah budidaya
KJA dan berdampak negatif terhadap binatang dasar (benthic),
sedangkan diversitas dan produksi ikan pelagis di sekitar perairan naik. Limbah organik terlarut dan
mengendap di bawah KJA akan
terurai sehingga menyebabkan eutrofikasi perairan dan menurunkan kualitas air. Akibatnya dapat menurunkan
pertumbuhan ikan dan rentan
terhadap penyakit bahkan menyebabkan kematian ketika terjadi upwelling (Rustadi,
2008). Selain
limbah organik, budidaya perikanan intensif juga menghasilkan residu yang mencemari lingkungan. Residu ini
berasal dari penggunaan
bahan kimia, obat-obatan dan bahan beracun lain untuk mengendalikan predator, hama, penyakit dan
gulma air, serta bahan kimia
untuk mengontrol biofouling pada KJA laut. Residu bahan kimia dan bahan beracun tersebut bisa tinggal
dalam ikan dan tanah selama
beberapa waktu, dan dapat membahayakan kesehatan lingkungan.
Apabila konsentrasinya tinggi bisa tinggal lebih lama pada jaringan tertentu seperti ginjal, hati,
kulit dan tulang ikan (Schmid
1980 dalam Pillay, 1992).
4. Wabah
parasit dan penyakit
Penurunan
kualitas air dalam budidaya ikan monokultur yang padat
dapat menyebabkan berjangkitnya parasit dan penyakit (Chopin et al.,
2001). Dalam kondisi padat tebar yang tinggi, ikan menjadi stres dan mudah terserang parasit dan penyakit.
Penyebab penyakit dapat menyebar ke lintas perbatasan (transboundary aquatic
animal diseases (TAAD) dengan cepat, bertahan lama dan menyebabkan kerugian yang besar pada udang/ikan
budidaya dan ikan liar. TAAD yang serius adalah 1) epizootic ulcerative syndrome (EUS) yaitu penyakit fungi yang menurunkan populasi ikan liar di Afrika
tenggara; 2) white spot disease pada udang black tiger yaitu penyakit virus yang paling serius dan menyebabkan
industri budidaya udang hancur disebabkan oleh SEMBV= Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculovirus; dan 3) koi herpes virus (KHV) yang menyerang ikan karper konsumsi dan ikan hias. Mewabahnya penyakit juga disebabkan
oleh timbulnya resistensi jasad pathogen akibat penggunaan antibiotik yang kurang tepat dan karena perubahan iklim. Selain
itu, pemindahan spesies ikan nonendemik atau endemik bisa membawa jasad pathogen yang dapat menyerang ikan liar.
Pembangunan
berkelanjutan pada budidaya perikanan
Budidaya
perikanan telah terbukti sebagai suatu cara produksi bahan makanan berprotein dan berupaya
meningkatkan perannya melalui
peningkatan produksi sesuai dengan norma-norma pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pembangunan
berkelanjutan pada
budidaya perikanan perlu diperbaiki dengan:
1. Budidaya
ikan sesuai dengan daya dukung.
Daya
dukung budidaya
perikanan harus dihitung meliputi daya dukung fisik, produksi, lingkungan, ekonomi dan sosial. Daya
dukung fisik adalah kesesuaian
lahan/perairan dan sifat fisik-kimianya. Daya dukung produksi adalah tingkat produksi maksimal yang
diukur dengan berat ikan.
Daya dukung produksi tergantung daya dukung fisik, kesuburan perairan dan teknologi yang diterapkan. Daya
dukung ekologi ditentukan
pada tingkat produksi yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungannya. Daya dukung ekonomi dan
sosial mencakup ketiga
daya dukung tersebut dan berhubungan dengan semua pemangku
kepentingan. Penerapan daya dukung pada budidaya udang intensif di tambak dengan padat tebar yang
optimum dan pengelolaan limbah,
dapat berhasil panen berturut-turut mencapai ukuran ekspor tanpa serangan penyakit (Rustadi dkk., 1998).
Demikian pula budidaya ikan
menggunakan KJA-ganda yang sesuai dengan jumlah KJA, jenis/ukuran ikan dan strategi pemberian pakan
yang berbeda dapat menghasilkan
produksi ikan yang tinggi, penggunaan pakan lebih efisien
dan tidak menghasilkan limbah padat (Rustadi, 2009).
2.
Budidaya ikan dengan trofik makanan pendek.
Mengembangkan budidaya spesies ikan dengan trofik makanan
yang pendek, yakni ikan
herbivora dan planktivora. Di Indonesia, spesies ikan yang memiliki trofik makanan yang pendek dan
memiliki nilai ekonomi tinggi
cukup banyak, seperti bandeng, gurami, nilem, tawes dan nila. Untuk budidaya laut rumput laut dan
kerang-kerangan telah dikembangkan, sedangkan
jenis ikan laut masih terbatas. Jenis ikan ini dapat digunakan untuk pengendalian unsur hara N dan P
di perairan umum yang
mengalami eutrofikasi melalui pemanenan fitoplankton dengan metode penebaran dan pemanen ikan (Rustadi,
2009).
3.
Sistem budidaya polikultur dan terpadu.
Budidaya
polikultur bertujuan
untuk memanfaatkan ruang dan rantai makanan yang ada. Dalam sistem budidaya ini tercipta hubungan
simbiose antara spesies yang
dipelihara dan tidak terjadi persaingan mendapatkan makanan, yaitu antara ikan planktivora, herbivora dan
karnifora. Udang dipelihara bersama
dengan rumput laut dan bandeng di tambak. Budidaya dengan trofik makanan berbeda telah
dikembangkan di laut dengan pendekatan
Balanced Ecosystem dan teknologi Integrated Multi- Trophic Aquaculture (IMTA). Teknologi ini telah digunakan secara komersial untuk budidaya polikultur rumput
laut-abalon, alga mikrokerang di
bak-bak pemeliharaan di Australia, China, dan Thailand, sedangkan ikan-kerang-rumput laut di perairan
pantai di China, Chile dan
Canada (Neori et al., 2007). Sistem
budidaya ikan terpadu dengan komoditas lain seperti dengan tanaman (pertanian, kehutanan) dan/atau hewan
peternakan. Sistem budidaya
terpadu ini secara efisien menggunakan sumber daya alam (lahan, air) dan tenaga yang tersedia untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan diversifikasi produk. Pada sistem
budidaya terpadu
mina-padi, hasil padi meningkat 10-15% dan tambahan hasil berupa ikan, sedangkan budidaya ikan sebagai
palawija dapat memotong
siklus hidup hama tanaman padi.
4.
Pengurangan tepung ikan dan minyak ikan.
Substitusi
bahan dasar pakan ikan dari tepung dan minyak ikan
harus dilakukan ke bahan
dan minyak biji-bijian (cereal), antara lain dengan kedelai, limbah daging (tepung darah dan tepung tulang)
dan protein sel tunggal
(Tacon & De Silva, 1997). Kandungan tepung dan minyak ikan beberapa pakan telah banyak dikurangi.
Dalam industri salmon, minyak
ikan telah diganti dengan yang lebih murah, namun penggantian
secara komplit masih mengalami beberapa kendala menyangkut
kandungan gizi (asam amino dan asam lemak), daya cerna
dan penerimaan oleh konsumen. Gerakan ke arah substitusi parsial dari protein tanaman dan binatang
terestrial untuk protein ikan secara
luas telah diterima dalam industri akuakultur.
5. Pengelolaan
budidaya perikanan yang ramah lingkungan.
Untuk menghindari dampak negatif introduksi dan
domestikasi ikan harus dilakukan
tindakan kehati-hatian, mencegah ikan budidaya tidak lepas dan tidak memelihara spesies ikan yang invasif
di luar habitat alamnya.
Pemuliaan stok ikan harus dilaksanakan di pembenihan untuk mengatasi penurunan kualitas akibat kawin
kerabat.
Selain
sesuai dengan daya dukung, pemanfaatan hutan manggove untuk budidaya udang dan perairan umum untuk
budidaya KJA harus sesuai
dengan tata ruang. Demikian pula penerapan teknologinya disesuaikan dengan kondisi lahan, sarana yang
tersedia, keadaan sosial dan
ekonomi masyarakat setempat. Kawasan tambak yang hutan bakaunya terlanjur gundul harus direhabilitasi
melalui penanaman kembali
jenis bakau yang cocok. Dalam
praktek kegiatan budidaya mengharuskan penggunaan jenis pakan yang efisien, pemberiannya sesuai dengan
ransum dan cara yang
tepat. Penggunaan bahan kimia dan bahan beracun lain dalam budidaya perikanan harus dipilih yang selektif
target sasarannya, mudah
terdegradasi dan penggunaannya sesuai dengan takaran. Selain itu, pengendalian limbah organik dapat
dilakukan dengan KJA-ganda, pemeliharaan
ikan/kerang pembersih, penanganan air limbah (PAL), penggunaan probiotik pada budidaya kolam dan
tambak, serta pengembangan
budidaya re-sirkulasi.
6.
Pengendalian penyakit dan penggunaan benih tahan penyakit.
Untuk
mencegah timbulnya wabah penyakit, setiap pemindahan ikan dan ikan yang ada di pembenihan dan pemeliharan
harus dilakukan monitoring
secara teratur (FAO, 2010b). Larangan harus diberlakukan apabila ada kemungkinan terjadi pemindahan hama
dan penyakit. Penggunaan
benih bebas patogen (SPF = Specific Pathogen-Free, SPR = Specific Pathogen Resistance) dan
vaksinasi benih merupakan cara untuk
mencegah terjadinya penyakit. Selain itu pengendalian dilakukan dengan manajemen lingkungan,
penggunaan obat-obatan yang
sesuai aturan. Penggunaan SPR ada kemungkinan menurunkan kecepatan pertumbuhan (GR=growth rate),
sebaliknya dengan seleksi, GR naik
tetapi ketahanan menurun. Agar supaya GR tidak turun, benih diseleksi dan divaksinasi. Ikan yang
divaksin menghasilkan pertumbuhan
yang tinggi, tahan penyakit, aman bagi kesehatan konsumen
dan lingkungan. Hasil beberapa penelitian yang dilakukan oleh Kamiso dkk. (2003-2010), ikan yang
divaksin ternyata laju sintasan
(SR) dan laju pertumbuhan meningkat, serta efisiensi pakan
(FCR)
naik.
7. Biosafety
(keamanan biologi).
Dengan
semakin intensif dan beragam
bahan masukan yang digunakan dalam budidaya perikanan, semakin besar potensi bahaya dan resiko
biologis yang ditimbulkan pada
ikan, manusia dan ekosistemnya. Bahaya yang ditimbulkan antara lain: penyakit infeksi, hama, kesehatan
masyarakat yang berhubungan
dengan residu, resistensi terhadap antibiotik, zoonosis yaitu penyakit yang dapat menular antara
binatang dan manusia (FAO, 2010a).
Hal ini mendorong pengamanan biologi yang semakin ketat dan pendekatan terpadu. Ikan sebagai bahan makanan dan produk perikanan
harus memenuhi kualitas
dan keamanan pangan bagi konsumen. Sistem yang digunakan
dengan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan sekarang mengarah pada peraturan HACCP-based systems. Untuk
produk perikanan ekspor ditambah aturan internasional,
the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan peraturan tiap negara atau regional yang
berlaku (FAO, 2010a). Disamping
itu, dilakukan penerapan the Application of
Sanitary and Phytosanitary
Measures (SPS)
meskipun belum ada kesepakatan pada aras
internasional terhadap keamanan pangan atau ikan. Persetujuan tersebut menggunakan dua konsep. Pertama tiap
negara bisa menerapkan
tindakan sanitary or phytosanitary-nya berdasarkan standar, pedoman dan rekomendasi internasional
yang telah dibentuk oleh Codex
Alimentarius Commission (CAC) yang berhubungan dengan bahan makanan aditif (food additives),
obat-obatan hewan (veterinary
drug), residu pestisida dan bahan kontaminan. Kedua menggunakan kriteria untuk menentukan dasar
level perlindungan yang
aman untuk sanitary dan phytosanitary.
Sumber : Prof.
Dr. Ir. H. Rustadi, M.Sc. “Peranan Dan Adaptasi Budidaya Perikanan Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia” Universitas
Gadjah Mada pada tanggal 16 November 2011 di Yogyakarta
4) Peralatan Yang Digunakan
Ø
Unit usaha budidaya dan lingkungannya
dijaga kondisi kebersihan dan higienis
Ø
Dilakukan tindakan pencegahan
terhadap binatang & hama penyebab kontaminasi
Ø
BBM, bahan kimia (desinfektan,
pupuk, reagen), pakan dan obat ikan disimpan dalam tempat yang terpisah dan
aman.
Ø
Wadah, perlengkapan & fasilitas
budidaya dibuat dari bahan yg tidak menyebabkan kontaminasi.
Ø
Fasilitas & perlengkapan dijaga
dalam kondisi higienis & dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan; serta
(bila perlu) didesinfeksi dg desinfektan yg diizinkan.
Ø
Segala peralatan dalam kegiatan memelihara ikan harus berasala dari bahan
yang dapat membuat ikan merasa nyaman dan tidak menimbulkan stess
Ø
Perlatan yang digunakan pada ikan sakit tidak boleh digunakan pada ikan
sehat
Sumber: http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html dan materi kuliah MKI oleh Dr. Ir. Henny syawal, M. Si
5) Penanganan Yang Baik
1. PERSIAPAN WADAH DAN
PENEBARAN
Ø Prosedur persiapan
wadah dapat menimbulkan bahaya keamanan pangan.
Ø Prosedur persiapan
wadah seharusnya bertujuan untuk meminimalkan bahaya keamanan pangan seperti
bakteri patogen, inang perantara parasit zoonotik.
Ø Prosedur persiapan yang
efektif juga menurunkan resiko masalah kesehatan hewan air yang akan menurunkan
kebutuhan atau penggunaan obat ikan dan penggunaan bahan kimia.
Wadah budidaya dipersiapkan dengan baik sebelum
penebaran benih:
Ø Dasar kolam seharusnya
dipersiapkan dengan baik dengan pembersihan, membuang endapan serta pengeringan
dasar.
Ø Buangan dasar kolam
harus dibuang dgn cara yang saniter, hindari kontaminasi pada air pasok atau
lingkungan sekitar.
Ø Dilakukan penyaringan
air yang masuk ke wadah, sebelum penebaran benih.
Dalam persiapan wadah dan air, hanya menggunakan pupuk,
probiotik dan bahan kimia yang direkomendasikan :
Ø
Seharusnya hanya
menggunakan bahan kimia yang disetujui dalam persiapan air dan tanah, serta
digunakan dalam dosis dan dengan cara yang benar.
Ø
Seharusnya bahan kimia
dan bahan lain diberikan label, dan digunakan sesuai petunjuk label.
2.
PENGELOLAAN AIR
Ø Mutu air dan sedimen
seharusnya dijaga pada level yang mencukupi untuk kesehatan lingkungan budidaya
dengan melakukan angka penebaran benih dan pakan yang sesuai.
Ø Air pasok dan keluar di
wadah budidaya seharusnya difiltrasi/ saring untuk mencegah masuknya species
yang tidak diinginkan termasuk parasit dalam air tawar.
Dilakukan filtrasi air atau pengendapan serta
menja-min kualitas air sesuai untuk ikan dibudidayakan :
Ø Air difiltrasi selama
pengisian wadah budidaya sebelum untuk untuk mencegah masuknya hama/predator.
Ø Tandon digunakan bila
perlu untuk meningkatkan mutu air.
Ø Mutu air dijaga dgn
aerator pada tambak udang intensif.
Ø Kotoran dibuang secara
teratur
Monitor kualitas air sumber secara rutin untuk menjamin
kesehatan dan kebersihan ikan yang dibudidayakan :
Ø
Mutu air dimonitor
untuk menjamin kesehatan dan sanitasi.
Ø
Monitor mutu air
(parameter dan frek. contoh) tergantung kondisi. Utk logam berat &
pestisida min. 1 kali /th.
Ø
Uji mutu air pada unit
budidaya memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan.
Ø
Rekaman mutu air
seharusnya termasuk residu logam berat (Pb, Hg, Cd) dan kontaminan microba.
3.
BENIH
Ø
Penggunaan obat ikan
dan bahan kimia selama pembenihan dapat menimbulkan residu dan beresiko pada
keamanan pangan.
Ø
Mutu benih yang buruk
dapat pula mengganggu kesehatan selama pembudidayaan dan akan memicu penggunaan obat dan atau
bahan kimia.
Benih sehat bersertifikat berasal dari hatchery yang
bersertifikat dan atau memiliki sertifikat bebas penyakit dan obat ikan :
Ø
Benih seharusnya
berasal dari hatchery yang menggunakan bahan kimia dan obat-obatan yang dapat
diijinkan.
Ø
Menggunakan benih dari
hatchery yang bersertifikat. Bila blm bersertifikat seharusnya menyertakan
bukti mutu dan bebas penyakit dan antibiotik.
Ø
Pembudidaya harus ada
kesadaran mutu benih dan memiliki rekaman ttg pemasok & jumlah pembelian
benih.
4.
PAKAN
Ø
Pakan dapat menyebabkan
masalah keamanan pangan dengan menarik datangnya hama pengerat, penanganan
pakan tidak tepat atau menjadi media penular pada udang/ikan.
Ø
Pada usaha budidaya,
selain menggunakan pakan komersial yang dijual, pembudidaya terkadang membuat
sendiri pakannya.
Ø
Bahan baku pakan
seharusnya tidak menggunakan pestisida, bahan kimia, termasuk logam berat dan
kontaminan lain yang dilarang dan membahayakan.
Pakan Ikan yang digunakan memiliki nomor pendaftaran/
sertifikat yang dikeluarkan Direktur Jenderal atau surat jaminan dari institusi
yang berkompeten :
Ø
Menggunakan pakan
komersial yang terdaftar
Ø
Apabila membuat pakan
sendiri menggunakan formula yang standar dan bahan baku yang tidak mengandung
bahan terlarang dan membahayakan (pestisida,bahan kimia,logam berat dan
kontaminan lain)
Ø
Pembudidaya menggunakan
pakan yang terdaftar dari DJPB atau institusi berwenang lainnya. Nomor
pendaftaran seharusnya tertulis dalam label pakan.
Pakan ikan disimpan dengan baik dalam ruangan yang
kering dan sejuk untuk menjaga kualitas mutu serta digunakakan sebelum masa
daluwarsanya :
Ø
Pakan tidak digunakan
setelah masa daluwarsanya.
Ø
Tidak ada bukti telah daluwarsa atau rusak.
Ø
Pakan selalu tersimpan
dalam kemasan/wadah yang baik.
Ø
Pakan yang kering
disimpan dalam tempat yang sejuk dan terjaga ventilasinya serta terlindung
diarea yang kering untuk mencegah kerusakan, jamur dan kontaminasi.
Ø
Pakan basah seharusnya tersimpan
dalam tempat dingin dan digunakan sesuai dengan saran penyajian.
Ø
Penyimpanan, kondisi
transportasi dan penggunaannya seharusnya sesuai dengan spesifikasi yang ada
pada label.
Pakan tidak dicampur bahan tambahan seperti
antibiotik, obat ikan, bahan kimia lainnya atau hormon yang dilarang : Pakan buatan sendiri harus dibuat dari bahan yang
direko-mendasikan dan tidak dicampur dengan bahan-bahan terlarang. Pemberian pakan
dilakukan dengan cara yang efisien mengikuti ratio pemberian yang dianjurkan :
Ø
Pemberian pakan yang
baik membutuhkan air dan sedimen yang bermutu.
Ø
Pembudidaya menggunakan
tadah pakan dan melakukan pemberian pakan yang efisien berdasarkan kebutuhan.
Pakan berlabel/memiliki informasi yang mencantumkan
komposisi, tanggal daluwarsa, dosis dan cara pemberian dengan jelas.
5.
OBAT IKAN, BAHAN KIMIA
& SUBSTANSI BERBAHAYA
Ø
Bahaya yang berhubungan
dengan obat ikan (termasuk antimikroba) dalam pembudidayaan adalah residu pada
produk akhir. Penerapan CBIB seharusnya dapat menurunkan penggunaan obat ikan,
dll.
Ø
Untuk itu perlu
pengelolaan kesehatan yang efektif selama proses budidaya, dengan meningkatkan
sistem keamanan hayati dan menurunkan insiden wabah dan resiko yang
ditimbulkan.
Ø
Program preventif
terhadap kesehatan ikan lebih diutamakan dari pada upaya pengobatan.
Ø
Hanya menggunakan obat
ikan, bahan kimia dan biologis yang diijinkan (registrasi dari DJPB)
Ø
Obat ikan yang
diijinkan digunakan sesuai petunjuk dan pengawasan
Ø
Obat ikan, bahan kimia
dan biologis disimpan dengan baik sesuai spesifikasi.
Ø
Obat ikan, bahan kimia
dan biologis sesuai pada label.
Ø
Dilakukan test untuk
mendeteksi residu obat ikan & bahan kimia dengan hasil dibawah ambang batas
Ø
Obat ikan, bahan kimia
dan susbtansi biologi memiliki label yang jelas dan lengkap tentang komposisi,
dosis, indikasi, cara penggunan, masa daluwarsa dan periode withdraw dalam
bahasa indonesia.
6.
PANEN
Bahaya keamanan pangan dapat muncul dari teknik panen
yang tidak sesuai, seperti temperatur yang tinggi dapat menyebabkan pembusukan
produk selama kegiatan panen. Selain itu, dari penggunaan air atau es yang tercemar
dan kurang bersihnya fasilitas dan peralatan. Kerusakan ikan selama panen dapat menyebabkan
pencemaran yang mengarah kepada saluran usus atau pembusukan produk. Teknik panen yang sesuai akan memperkecil resiko
pencemaran, kerusakan fisik dan stres ikan.
Ø
Perlengkapan dan
peralatan mudah dibersihkan dan dijaga dalam kondisi bersih dan higienis
Ø
Panen dipersiapkan
dengan baik untuk hindari pengaruh temperatur tinggi pada ikan.
Ø
Pada saat panen
dilakukan upaya untuk menghindari terjadinya penurunan mutu dan kontaminasi
ikan
Ø
Penanganan ikan
dilakukan secara higienis dan efisien sehingga tidak menimbulkan kerusakan
fisik
7.
PENANGANAN HASIL
Peralatan dan perlengkapan untuk penanganan hasil
mudah dibersihkan dan didesinfeksi (bila perlu) serta selalu dijaga dalam
keadaan bersih Ikan mati segera didinginkan dan diupayakan suhunya
mendekati 0° C di seluruh bagian. Proses penanganan (sortir, penimbangan, pencucian,
pembilasan, dll) dilakukan dengan cepat dan higienis tanpa merusak produk. Berdasarkan persyaratan yang berlaku, bahan tambahan
& kimia yang dilarang tidak digunakan pada ikan, yang diangkut dalam
kondisi mati atau hidup)
6) Transportasi
Peralatan dan fasilitas pengangkutan yang digunakan mudah dibersihkan dan
selalu terjaga kebersihannya (boks, wadah, dll) Pengangkutan
dalam kondisi higienis untuk menghindari kontaminasi sekitar (seperti udara,
tanah, air, oli, bahan kimia, dll) dan kontaminasi silang. Suhu produk selama pengangkutan mendekati suhu cair es (0°C) pada seluruh
bagian produk Ikan hidup
ditangani dan dijaga dalam kondisi yang tidak menyebabkan kerusakan fisik atau
kontaminasi :
Ø
Hanya ikan dan udang yang sehat yang
dipilih untuk pemeliharaan dan transportasi dalam kondisi hidup.
Ø
Selama transportasi stress harus ditekan
dengan menjaga kualitas air dan kepadatan ikan yang optimal. Air yang digunakan
untuk wadah pengangkutan, atau untuk resirkulasi selama pengangkutan atau untuk
adaptasi ikan, harus sama kualitas dan komposisinya dengan air asal untuk
mengurangi stress pada ikan.
Ø
Air tidak boleh terkontaminasi oleh
kotoran manusia atupun limbah industri. Wadah dan peralatan transportasi harus
dirancang dan dioperasionalkan dengan higienis untuk mencegah kontaminasi;
Ø
Apabila menggunakan air laut dalam
wadah pengangkutan, untuk spesies yang rentan terhadap kontaminasi, air yang
digunakan selama transportasi tidak boleh terkontaminasi apapun.
Ø
Tidak boleh melakukan pemberian
pakan selama penampungan dan transportasi ikan.
Ø
Apabila menggunakan air laut dalam
wadah pengangkutan, untuk spesies yang rentan terhadap kontaminasi racun
alga,air laut yang mengandung konsentrasi alga yang tinggi harus dihindari atau
disaring/filter terlebih dahulu.
Ø
Air tidak boleh diganti selama
transportasi, idealnya menggunakan sistem resirkulasi, tetapi apabila
penggantian air perlu dilakukan, maka penggantian harus dilakukan dengan
hati-hati dan higienis.
Ø
Ikan hidup harus ditangan sedemikian
upa untuk menghidari stress. Alat dan wadah transportasi ikan hidup harus
dirancang untuk mendukung penangan dengan cepat dan efisien tanpa menyebabkan
kerusakan fisik atau stress.
No comments:
Post a Comment