Wednesday, 5 June 2013

Prinsip manajemen kesehatan ikan bagi pengusaha ikan



TAKE HOME
MANAJEMEN KESEHATAN IKAN







OLEH

DIAN FITRIA M
1004114392





JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013

Soal
Jelaskan bagaimana cara anda memonitoring keadaan usaha budidaya sesuai dengan prinsip manajemen kesehatan ikan agar usaha budidaya dapat berhasil sesuai dengan harapan pengusaha tersebut.

Jawaban
1) Tata Letak Kolam, Tambak Dan Keramba
Unit kegiatan usaha budidaya didesain dengan baik, tata letak merupakan suatu hal yang dapat meminimalkan resiko yang berhubungan dengan kontaminasi:
v  Area budidaya hanya digunakan untuk pembudidaya ikan
1.      Unit usaha budidaya seharusnya mempunyai desain yang baik, dengan tata letak yang meminimalkan resiko yang berhubungan dengan kontaminasi
2.      Wadah budidaya harus berada di lokasi yang jauh dari peternakan untuk meminimalkan bahaya pencemaran limbah ternak.
3.      Tidak ada bukti adanya peternakan (sapi, unggas, dsb) atau limbah yang mengontaminasi fasilitas budidaya ikan.
v  Unit usaha budidaya mempunyai desain dan tata letak yang dapat mencegah kontaminasi silang
1.      Tata letaknya baik, area untuk wadah budidaya, tandon penyimpanan air, tandon pengelolaan air, atau area pembuangan lumpur dan bangunan gudang serta fasilitas lain.
2.      Tata Letak dapat menjamin kemungkinan kontaminasi dan kontaminasi silang telah dikendalikan.
3.      Tinggi pematang kolam/tambak cukup untuk menghindari kontaminasi
v  Toilet, septic tank, gudang dan fasilitas lainnya terpisah dan tidak berpotensi mengontaminasi produk budidaya.
1.      Mempunyai toilet dalam kondisi bersih, dan  tidak berada di area yang mungkin dapat mengontaminasi produk.
2.      Menggunakan septic tank.
3.      Drainase dari toilets/kamar mandi diberikan perlakuan khusus dan tidak dibuang  ke saluran air masuk maupun sistem drainase.
v  Unit budidaya memiliki fasilitas pembuangan limbah cair/padat  yang di area yang sesuai
v  Tersedia fasilitas pembuangan sampah/limbah dan ditempatkan di lokasi yang tidak menyebabkan resiko kontaminasi pada wadah budidaya, area panen/penanganan hasil, pemberian pakan maupun fasilitas lain.
v  Wadah budidaya (karamba, jaring) didesain dan dibangun agar meminamilisir kerusakan fisik ikan selama pemeliharaan dan panen
1.      Perlengkapan seperti karamba dan jaring di-desain dan dibangun untuk menjamin minimalisir kerusakan fisik ikan selama proses pembesaran dan panen
2.      Kemungkinan besar tidak berlaku untuk udang atau kolam ikan

2) Pemilihan Lokasi Usaha Budidaya
Syarat-syarat lokasi untuk melakukan usaha budidaya ikan sesuai prinsip manajemen kesehatan ikan:
1.      Ketersediaan sumber air berkualitas bagus dan cukup sepanjang masa pemeliharaan ikan. sumber air dapat diperoleh dari sumur, aliran irigasi, sungai, atau mata air. perlu diperhatikan bahwa pada musim kemarau jumlah debit air berkurang dan pastikan lokasi yang anda pilih tidak kekurangan air terutama musim kemarau.  Sedangkan persyaratan air yang digunakan dalam proses produksi benih harus layak dan sesuai dengan kebutuhan hidup dan pertumbuhan ikan yang dipelihara (sesuai SNI). Kualitas dan kecukupan sumber air akan berdampak langsung terhadap mutu benih ikan dan keberlangsungan usaha pembenihan. Sumber air yang digunakan untuk proses produksi benih ikan harus tersedia sepanjang tahun serta bebas cemaran mikroorganisme pathogen, bahan organik dan bahan kimia. Bagi unit pembenihan yang memperoleh air dari sumber air yang keruh, maka unit pembenihan tersebut harus memiliki sarana filtrasi/pengendapan air.
2.      Lokasi sebaiknya jauh dari lingkungan pabrik terutama jauh dari saluran pembuangan limbah kimia pabrik. lokasi yang berdekatan dengan pabrik kimia sebaiknya dihindari karena kualitas air yang ada di lokasi tersebut hampir bisa dipastikan telah tercemar oleh limbah buangan pabrik yang sangat berbayaya. Pilih daerah yang jauh dari pemukiman padat penduduk. sebaiknya cari lokasi yang tidak berada persisi di lingkungan padat penduduk karena usaha budidaya ini mungkin menimbulkan gangguan yang tidak baik terhadap kenyamanan lingkungan sekitar karena bau yang ditimbulkan dari kolam ikanSedangkan lokasi untuk unit usaha pembenihan ikan, harus berada di daerah yang terbebas dari banjir, pengikisan daerah pantai serta terhindar dari cemaran limbah industri, pertanian, pertambangan dan pemukiman. Kelayakan lokasi tersebut dimaksudkan untuk menghindari risiko kerugian dan kegagalan operasional suatu unit pembenihan akibat adanya kontaminasi cemaran dari lingkungan sekitar.
3.      Tidak ada bukti bahwa tanah dasar mengandung bahan kimia atau kandungan lain, yang mungkin mengakibatkan tingkat kontaminasi yang tidak dapat diterima (sebelumnya digunakan untuk industri)
4.      Pilih struktur tanah yang dapat menampung air (tidak porous). kecuali ingin membangun kolam terpal jenis tanah tidak perlu dipertimbangkan. untuk kolam tanah, pemilihan struktur tanah harus menjaddi bahan pertinbangan penting. Jenis tanah yang baik untuk kolam budidaya kebanyakan ikan adalah tanah jenis liat atau lempung berpasir dengan kandungan 50 % tanah liat dan sedikit kandungan pasir. jenis tanah ini apat menahan air ddalam kolam ddan tidak rembes. 
5.      Sebaiknya lokasi dekat dengan jalan yang bisa dilalui mobil angkutan sehingga memudahkan pada waktu pengangkutan hasil panen dan pengiriman pakan kelokasi kolam ikan
6.      Kualitas air harus sesuai dengan ikan yang dipelihara
7.      Dekat dengan pedagang yang menjual kebutuhan pakan ikan dan sarana produksi laiinnya sehingga dapat menekan biaya produksi.
8.      Untuk lebih menjamin kelancaran kegiatan operasional, maka lokasi unit budidaya ikan harus berada di daerah yang mudah dijangkau serta tersedia sarana dan prasarana penunjang seperti jaringan listrik, sarana komunikasi dan transportasi.
9.      Pada usaha pembenihan ikan sebaiknya tidak terletak dekat dengan kawasan budidaya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari risiko terjadinya infeksi penyakit pada induk dan benih di unit pembenihan apabila di kawasan budidaya tersebut terjadi wabah penyakit ikan. Bagi unit pembenihan yang berdekatan dengan kawasan budidaya harus memiliki sarana pengolahan dan sterilisasi air.
Sumber : http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html dan DR. Ir. Made L. Nurdjana “pedoman umum CPBI”

3) Kegiatan Budidaya
            Agar kegiatan budidaya ikan dapat berjalan secara berkelanjutan serta sesuai manajemen kesehatan ikan, maka harus memenuhi norma-norma sebagai berikut:
1. Penurunan keanekaragaman dan pencemaran genetik
Introduksi spesies ikan baru yang sesuai persyaratan biologi untuk dibudidayakan dapat menguntungkan karena produktivitasnya tinggi. Namun apabila ikan introduksi bersifat invasif dan lepas ke perairan umum bisa mengganti atau menempati habitat spesies asli (native spesies). Bahaya introduksi ikan baru selain merusak biodiversitas ikan asli, juga bisa sebagai pembawa parasit dan penyakit baru (FAO, 2010a). Adanya perkawinan kerabat dalam budidaya dan penyusutan keragaman genetik menyebabkan sifat unggulnya menurun. Akibatnya pertumbuhan ikan menjadi lambat, penggunaan pakan kurang efisien, daya tahan menurun, kematangan gonad lebih cepat sehingga tidak ekonomis untuk dipelihara. Ikan budidaya dengan sifat genetik yang kurang bervariasi dan rentan penyakit apabila lepas akan terjadi interaksi dengan ikan asli dan menurunkan kualitas ikan asli.
2. Konversi lahan
Persepsi negatif perubahan lahan hutan menjadi tambak sejak 1996 terus didengungkan oleh beberapa kelompok lingkungan untuk memboikot produk udang yang dihasilkan. Alasannya karena pengusaha menebang hutan bakau untuk dibangun tambak sehingga lahan pesisir menjadi gundul. Selama budidaya udang berjalan terjadi intrusi air asin ke darat, pembuangan limbah budidaya ke perairan lingkungannya dan berjangkitnya penyakit yang berakibat pada kegagalan panen (Diana, 2009). Setelah gagal, pembudidaya meninggalkan lahan yang telah gundul tanpa mengembalikan lagi menjadi lahan yang produktif. Padahal hutan bakau mempunyai fungsi ekologi dan memiliki karagaman hayati yang tinggi, apabila ditebang dapat menyebabkan beberapa jenis organisme air dan binatang lain kehilangan habitatnya, kemampuan penyaring dan penjangga air limbah juga hilang. Disamping itu, terjadi abrasi pantai akibat ombak dan angin kencang yang tidak terhambat oleh hutan bakau.

3. Pencemaran lingkungan
Budidaya intensif udang dan ikan menghasilkan limbah berbentuk partikel dan cair terutama berasal dari pemberian pakan (Gowen et al., 1994). Limbah partikel yang mengendap di bawah budidaya KJA dan berdampak negatif terhadap binatang dasar (benthic), sedangkan diversitas dan produksi ikan pelagis di sekitar perairan naik. Limbah organik terlarut dan mengendap di bawah KJA akan terurai sehingga menyebabkan eutrofikasi perairan dan menurunkan kualitas air. Akibatnya dapat menurunkan pertumbuhan ikan dan rentan terhadap penyakit bahkan menyebabkan kematian ketika terjadi upwelling (Rustadi, 2008). Selain limbah organik, budidaya perikanan intensif juga menghasilkan residu yang mencemari lingkungan. Residu ini berasal dari penggunaan bahan kimia, obat-obatan dan bahan beracun lain untuk mengendalikan predator, hama, penyakit dan gulma air, serta bahan kimia untuk mengontrol biofouling pada KJA laut. Residu bahan kimia dan bahan beracun tersebut bisa tinggal dalam ikan dan tanah selama beberapa waktu, dan dapat membahayakan kesehatan lingkungan. Apabila konsentrasinya tinggi bisa tinggal lebih lama pada jaringan tertentu seperti ginjal, hati, kulit dan tulang ikan (Schmid 1980 dalam Pillay, 1992).
4. Wabah parasit dan penyakit
Penurunan kualitas air dalam budidaya ikan monokultur yang padat dapat menyebabkan berjangkitnya parasit dan penyakit (Chopin et al., 2001). Dalam kondisi padat tebar yang tinggi, ikan menjadi stres dan mudah terserang parasit dan penyakit. Penyebab penyakit dapat menyebar ke lintas perbatasan (transboundary aquatic animal diseases (TAAD) dengan cepat, bertahan lama dan menyebabkan kerugian yang besar pada udang/ikan budidaya dan ikan liar. TAAD yang serius adalah 1) epizootic ulcerative syndrome (EUS) yaitu penyakit fungi yang menurunkan populasi ikan liar di Afrika tenggara; 2) white spot disease pada udang black tiger yaitu penyakit virus yang paling serius dan menyebabkan industri budidaya udang hancur disebabkan oleh SEMBV= Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculovirus; dan 3) koi herpes virus (KHV) yang menyerang ikan karper konsumsi dan ikan hias. Mewabahnya penyakit juga disebabkan oleh timbulnya resistensi jasad pathogen akibat penggunaan antibiotik yang kurang tepat dan karena perubahan iklim. Selain itu, pemindahan spesies ikan nonendemik atau endemik bisa membawa jasad pathogen yang dapat menyerang ikan liar.

Pembangunan berkelanjutan pada budidaya perikanan
Budidaya perikanan telah terbukti sebagai suatu cara produksi bahan makanan berprotein dan berupaya meningkatkan perannya melalui peningkatan produksi sesuai dengan norma-norma pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan pada budidaya perikanan perlu diperbaiki dengan:
1. Budidaya ikan sesuai dengan daya dukung.
Daya dukung budidaya perikanan harus dihitung meliputi daya dukung fisik, produksi, lingkungan, ekonomi dan sosial. Daya dukung fisik adalah kesesuaian lahan/perairan dan sifat fisik-kimianya. Daya dukung produksi adalah tingkat produksi maksimal yang diukur dengan berat ikan. Daya dukung produksi tergantung daya dukung fisik, kesuburan perairan dan teknologi yang diterapkan. Daya dukung ekologi ditentukan pada tingkat produksi yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungannya. Daya dukung ekonomi dan sosial mencakup ketiga daya dukung tersebut dan berhubungan dengan semua pemangku kepentingan. Penerapan daya dukung pada budidaya udang intensif di tambak dengan padat tebar yang optimum dan pengelolaan limbah, dapat berhasil panen berturut-turut mencapai ukuran ekspor tanpa serangan penyakit (Rustadi dkk., 1998). Demikian pula budidaya ikan menggunakan KJA-ganda yang sesuai dengan jumlah KJA, jenis/ukuran ikan dan strategi pemberian pakan yang berbeda dapat menghasilkan produksi ikan yang tinggi, penggunaan pakan lebih efisien dan tidak menghasilkan limbah padat (Rustadi, 2009).
2. Budidaya ikan dengan trofik makanan pendek.
Mengembangkan budidaya spesies ikan dengan trofik makanan yang pendek, yakni ikan herbivora dan planktivora. Di Indonesia, spesies ikan yang memiliki trofik makanan yang pendek dan memiliki nilai ekonomi tinggi cukup banyak, seperti bandeng, gurami, nilem, tawes dan nila. Untuk budidaya laut rumput laut dan kerang-kerangan telah dikembangkan, sedangkan jenis ikan laut masih terbatas. Jenis ikan ini dapat digunakan untuk pengendalian unsur hara N dan P di perairan umum yang mengalami eutrofikasi melalui pemanenan fitoplankton dengan metode penebaran dan pemanen ikan (Rustadi, 2009).
3. Sistem budidaya polikultur dan terpadu.
Budidaya polikultur bertujuan untuk memanfaatkan ruang dan rantai makanan yang ada. Dalam sistem budidaya ini tercipta hubungan simbiose antara spesies yang dipelihara dan tidak terjadi persaingan mendapatkan makanan, yaitu antara ikan planktivora, herbivora dan karnifora. Udang dipelihara bersama dengan rumput laut dan bandeng di tambak. Budidaya dengan trofik makanan berbeda telah dikembangkan di laut dengan pendekatan Balanced Ecosystem dan teknologi Integrated Multi- Trophic Aquaculture (IMTA). Teknologi ini telah digunakan secara komersial untuk budidaya polikultur rumput laut-abalon, alga mikrokerang di bak-bak pemeliharaan di Australia, China, dan Thailand, sedangkan ikan-kerang-rumput laut di perairan pantai di China, Chile dan Canada (Neori et al., 2007). Sistem budidaya ikan terpadu dengan komoditas lain seperti dengan tanaman (pertanian, kehutanan) dan/atau hewan peternakan. Sistem budidaya terpadu ini secara efisien menggunakan sumber daya alam (lahan, air) dan tenaga yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan diversifikasi produk. Pada sistem budidaya terpadu mina-padi, hasil padi meningkat 10-15% dan tambahan hasil berupa ikan, sedangkan budidaya ikan sebagai palawija dapat memotong siklus hidup hama tanaman padi.
4. Pengurangan tepung ikan dan minyak ikan.
Substitusi bahan dasar pakan ikan dari tepung dan minyak ikan harus dilakukan ke bahan dan minyak biji-bijian (cereal), antara lain dengan kedelai, limbah daging (tepung darah dan tepung tulang) dan protein sel tunggal (Tacon & De Silva, 1997). Kandungan tepung dan minyak ikan beberapa pakan telah banyak dikurangi. Dalam industri salmon, minyak ikan telah diganti dengan yang lebih murah, namun penggantian secara komplit masih mengalami beberapa kendala menyangkut kandungan gizi (asam amino dan asam lemak), daya cerna dan penerimaan oleh konsumen. Gerakan ke arah substitusi parsial dari protein tanaman dan binatang terestrial untuk protein ikan secara luas telah diterima dalam industri akuakultur.
5. Pengelolaan budidaya perikanan yang ramah lingkungan.
Untuk menghindari dampak negatif introduksi dan domestikasi ikan harus dilakukan tindakan kehati-hatian, mencegah ikan budidaya tidak lepas dan tidak memelihara spesies ikan yang invasif di luar habitat alamnya. Pemuliaan stok ikan harus dilaksanakan di pembenihan untuk mengatasi penurunan kualitas akibat kawin kerabat.
Selain sesuai dengan daya dukung, pemanfaatan hutan manggove untuk budidaya udang dan perairan umum untuk budidaya KJA harus sesuai dengan tata ruang. Demikian pula penerapan teknologinya disesuaikan dengan kondisi lahan, sarana yang tersedia, keadaan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Kawasan tambak yang hutan bakaunya terlanjur gundul harus direhabilitasi melalui penanaman kembali jenis bakau yang cocok. Dalam praktek kegiatan budidaya mengharuskan penggunaan jenis pakan yang efisien, pemberiannya sesuai dengan ransum dan cara yang tepat. Penggunaan bahan kimia dan bahan beracun lain dalam budidaya perikanan harus dipilih yang selektif target sasarannya, mudah terdegradasi dan penggunaannya sesuai dengan takaran. Selain itu, pengendalian limbah organik dapat dilakukan dengan KJA-ganda, pemeliharaan ikan/kerang pembersih, penanganan air limbah (PAL), penggunaan probiotik pada budidaya kolam dan tambak, serta pengembangan budidaya re-sirkulasi.
6. Pengendalian penyakit dan penggunaan benih tahan penyakit.
Untuk mencegah timbulnya wabah penyakit, setiap pemindahan ikan dan ikan yang ada di pembenihan dan pemeliharan harus dilakukan monitoring secara teratur (FAO, 2010b). Larangan harus diberlakukan apabila ada kemungkinan terjadi pemindahan hama dan penyakit. Penggunaan benih bebas patogen (SPF = Specific Pathogen-Free, SPR = Specific Pathogen Resistance) dan vaksinasi benih merupakan cara untuk mencegah terjadinya penyakit. Selain itu pengendalian dilakukan dengan manajemen lingkungan, penggunaan obat-obatan yang sesuai aturan. Penggunaan SPR ada kemungkinan menurunkan kecepatan pertumbuhan (GR=growth rate), sebaliknya dengan seleksi, GR naik tetapi ketahanan menurun. Agar supaya GR tidak turun, benih diseleksi dan divaksinasi. Ikan yang divaksin menghasilkan pertumbuhan yang tinggi, tahan penyakit, aman bagi kesehatan konsumen dan lingkungan. Hasil beberapa penelitian yang dilakukan oleh Kamiso dkk. (2003-2010), ikan yang divaksin ternyata laju sintasan (SR) dan laju pertumbuhan meningkat, serta efisiensi pakan
(FCR) naik.
7. Biosafety (keamanan biologi).
Dengan semakin intensif dan beragam bahan masukan yang digunakan dalam budidaya perikanan, semakin besar potensi bahaya dan resiko biologis yang ditimbulkan pada ikan, manusia dan ekosistemnya. Bahaya yang ditimbulkan antara lain: penyakit infeksi, hama, kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan residu, resistensi terhadap antibiotik, zoonosis yaitu penyakit yang dapat menular antara binatang dan manusia (FAO, 2010a). Hal ini mendorong pengamanan biologi yang semakin ketat dan pendekatan terpadu. Ikan sebagai bahan makanan dan produk perikanan harus memenuhi kualitas dan keamanan pangan bagi konsumen. Sistem yang digunakan dengan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan sekarang mengarah pada peraturan HACCP-based systems. Untuk produk perikanan ekspor ditambah aturan internasional, the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan peraturan tiap negara atau regional yang berlaku (FAO, 2010a). Disamping itu, dilakukan penerapan the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) meskipun belum ada kesepakatan pada aras internasional terhadap keamanan pangan atau ikan. Persetujuan tersebut menggunakan dua konsep. Pertama tiap negara bisa menerapkan tindakan sanitary or phytosanitary-nya berdasarkan standar, pedoman dan rekomendasi internasional yang telah dibentuk oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berhubungan dengan bahan makanan aditif (food additives), obat-obatan hewan (veterinary drug), residu pestisida dan bahan kontaminan. Kedua menggunakan kriteria untuk menentukan dasar level perlindungan yang aman untuk sanitary dan phytosanitary.
Sumber : Prof. Dr. Ir. H. Rustadi, M.Sc. Peranan Dan Adaptasi Budidaya Perikanan Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Universitas Gadjah Mada pada tanggal 16 November 2011 di Yogyakarta

4) Peralatan Yang Digunakan
Ø  Unit usaha budidaya dan lingkungannya dijaga kondisi kebersihan dan higienis
Ø  Dilakukan tindakan pencegahan terhadap binatang & hama penyebab kontaminasi
Ø  BBM, bahan kimia (desinfektan, pupuk, reagen), pakan dan obat ikan disimpan dalam tempat yang terpisah dan aman.
Ø  Wadah, perlengkapan & fasilitas budidaya dibuat dari bahan yg tidak menyebabkan kontaminasi.
Ø  Fasilitas & perlengkapan dijaga dalam kondisi higienis & dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan; serta (bila perlu) didesinfeksi dg desinfektan yg diizinkan.
Ø  Segala peralatan dalam kegiatan memelihara ikan harus berasala dari bahan yang dapat membuat ikan merasa nyaman dan tidak menimbulkan stess
Ø  Perlatan yang digunakan pada ikan sakit tidak boleh digunakan pada ikan sehat
Sumber: http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html dan materi kuliah MKI oleh Dr. Ir. Henny syawal, M. Si

5) Penanganan Yang Baik
1.      PERSIAPAN WADAH DAN PENEBARAN
Ø  Prosedur persiapan wadah dapat menimbulkan bahaya keamanan pangan.
Ø  Prosedur persiapan wadah seharusnya bertujuan untuk meminimalkan bahaya keamanan pangan seperti bakteri patogen, inang perantara parasit zoonotik.
Ø  Prosedur persiapan yang efektif juga menurunkan resiko masalah kesehatan hewan air yang akan menurunkan kebutuhan atau penggunaan obat ikan dan penggunaan bahan kimia.
Wadah budidaya dipersiapkan dengan baik sebelum penebaran benih:
Ø  Dasar kolam seharusnya dipersiapkan dengan baik dengan pembersihan, membuang endapan serta pengeringan dasar.
Ø  Buangan dasar kolam harus dibuang dgn cara yang saniter, hindari kontaminasi pada air pasok atau lingkungan sekitar.
Ø  Dilakukan penyaringan air yang masuk ke wadah, sebelum penebaran benih.
Dalam persiapan wadah dan air, hanya menggunakan pupuk, probiotik dan bahan kimia yang direkomendasikan :
Ø  Seharusnya hanya menggunakan bahan kimia yang disetujui dalam persiapan air dan tanah, serta digunakan dalam dosis dan dengan cara yang benar.
Ø  Seharusnya bahan kimia dan bahan lain diberikan label, dan digunakan sesuai petunjuk label.
2.      PENGELOLAAN AIR
Ø  Mutu air dan sedimen seharusnya dijaga pada level yang mencukupi untuk kesehatan lingkungan budidaya dengan melakukan angka penebaran benih dan pakan yang sesuai.
Ø  Air pasok dan keluar di wadah budidaya seharusnya difiltrasi/ saring untuk mencegah masuknya species yang tidak diinginkan termasuk parasit dalam air tawar.
Dilakukan filtrasi air atau pengendapan serta menja-min kualitas air sesuai untuk ikan dibudidayakan :
Ø  Air difiltrasi selama pengisian wadah budidaya sebelum untuk untuk mencegah masuknya hama/predator.
Ø  Tandon digunakan bila perlu untuk meningkatkan mutu air.
Ø  Mutu air dijaga dgn aerator pada tambak udang intensif.
Ø  Kotoran dibuang secara teratur
Monitor kualitas air sumber secara rutin untuk menjamin kesehatan dan kebersihan ikan yang dibudidayakan :
Ø  Mutu air dimonitor untuk menjamin kesehatan dan sanitasi.
Ø  Monitor mutu air (parameter dan frek. contoh) tergantung kondisi. Utk logam berat & pestisida min. 1 kali /th.
Ø  Uji mutu air pada unit budidaya memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan.
Ø  Rekaman mutu air seharusnya termasuk residu logam berat (Pb, Hg, Cd) dan kontaminan microba.
3.      BENIH
Ø  Penggunaan obat ikan dan bahan kimia selama pembenihan dapat menimbulkan residu dan beresiko pada keamanan pangan.
Ø  Mutu benih yang buruk dapat pula mengganggu kesehatan selama pembudidayaan dan akan memicu penggunaan obat dan atau bahan kimia.
Benih sehat bersertifikat berasal dari hatchery yang bersertifikat dan atau memiliki sertifikat bebas penyakit dan obat ikan :
Ø  Benih seharusnya berasal dari hatchery yang menggunakan bahan kimia dan obat-obatan yang dapat diijinkan.
Ø  Menggunakan benih dari hatchery yang bersertifikat. Bila blm bersertifikat seharusnya menyertakan bukti mutu dan bebas penyakit dan antibiotik.
Ø  Pembudidaya harus ada kesadaran mutu benih dan memiliki rekaman ttg pemasok & jumlah pembelian benih.
4.      PAKAN
Ø  Pakan dapat menyebabkan masalah keamanan pangan dengan menarik datangnya hama pengerat, penanganan pakan tidak tepat atau menjadi media penular pada udang/ikan.
Ø  Pada usaha budidaya, selain menggunakan pakan komersial yang dijual, pembudidaya terkadang membuat sendiri pakannya.
Ø  Bahan baku pakan seharusnya tidak menggunakan pestisida, bahan kimia, termasuk logam berat dan kontaminan lain yang dilarang dan membahayakan.
Pakan Ikan yang digunakan memiliki nomor pendaftaran/ sertifikat yang dikeluarkan Direktur Jenderal atau surat jaminan dari institusi yang berkompeten :
Ø  Menggunakan pakan komersial yang terdaftar
Ø  Apabila membuat pakan sendiri menggunakan formula yang standar dan bahan baku yang tidak mengandung bahan terlarang dan membahayakan (pestisida,bahan kimia,logam berat dan kontaminan lain)
Ø  Pembudidaya menggunakan pakan yang terdaftar dari DJPB atau institusi berwenang lainnya. Nomor pendaftaran seharusnya tertulis dalam label pakan.
Pakan ikan disimpan dengan baik dalam ruangan yang kering dan sejuk untuk menjaga kualitas mutu serta digunakakan sebelum masa daluwarsanya :
Ø  Pakan tidak digunakan setelah masa daluwarsanya.
Ø   Tidak ada bukti telah daluwarsa atau rusak.
Ø  Pakan selalu tersimpan dalam kemasan/wadah yang baik.
Ø  Pakan yang kering disimpan dalam tempat yang sejuk dan terjaga ventilasinya serta terlindung diarea yang kering untuk mencegah kerusakan, jamur dan kontaminasi.
Ø  Pakan basah seharusnya tersimpan dalam tempat dingin dan digunakan sesuai dengan saran penyajian.
Ø  Penyimpanan, kondisi transportasi dan penggunaannya seharusnya sesuai dengan spesifikasi yang ada pada label.
Pakan tidak dicampur bahan tambahan seperti antibiotik, obat ikan, bahan kimia lainnya atau hormon yang dilarang : Pakan buatan sendiri harus dibuat dari bahan yang direko-mendasikan dan tidak dicampur dengan bahan-bahan terlarang. Pemberian pakan dilakukan dengan cara yang efisien mengikuti ratio pemberian yang dianjurkan :
Ø  Pemberian pakan yang baik membutuhkan air dan sedimen yang bermutu.
Ø  Pembudidaya menggunakan tadah pakan dan melakukan pemberian pakan yang efisien berdasarkan kebutuhan.
Pakan berlabel/memiliki informasi yang mencantumkan komposisi, tanggal daluwarsa, dosis dan cara pemberian dengan jelas.
5.      OBAT IKAN, BAHAN KIMIA & SUBSTANSI BERBAHAYA
Ø  Bahaya yang berhubungan dengan obat ikan (termasuk antimikroba) dalam pembudidayaan adalah residu pada produk akhir. Penerapan CBIB seharusnya dapat menurunkan penggunaan obat ikan, dll.
Ø  Untuk itu perlu pengelolaan kesehatan yang efektif selama proses budidaya, dengan meningkatkan sistem keamanan hayati dan menurunkan insiden wabah dan resiko yang ditimbulkan.
Ø  Program preventif terhadap kesehatan ikan lebih diutamakan dari pada upaya pengobatan.
Ø  Hanya menggunakan obat ikan, bahan kimia dan biologis yang diijinkan (registrasi dari DJPB)
Ø  Obat ikan yang diijinkan digunakan sesuai petunjuk dan pengawasan
Ø  Obat ikan, bahan kimia dan biologis disimpan dengan baik sesuai spesifikasi.
Ø  Obat ikan, bahan kimia dan biologis sesuai pada label.
Ø  Dilakukan test untuk mendeteksi residu obat ikan & bahan kimia dengan hasil dibawah ambang batas
Ø  Obat ikan, bahan kimia dan susbtansi biologi memiliki label yang jelas dan lengkap tentang komposisi, dosis, indikasi, cara penggunan, masa daluwarsa dan periode withdraw dalam bahasa indonesia.
6.      PANEN
Bahaya keamanan pangan dapat muncul dari teknik panen yang tidak sesuai, seperti temperatur yang tinggi dapat menyebabkan pembusukan produk selama kegiatan panen. Selain itu, dari penggunaan air atau es yang tercemar dan kurang bersihnya fasilitas dan peralatan. Kerusakan ikan selama panen dapat menyebabkan pencemaran yang mengarah kepada saluran usus atau pembusukan produk. Teknik panen yang sesuai akan memperkecil resiko pencemaran, kerusakan fisik dan stres ikan.
Ø  Perlengkapan dan peralatan mudah dibersihkan dan dijaga dalam kondisi bersih dan higienis
Ø  Panen dipersiapkan dengan baik untuk hindari pengaruh temperatur tinggi pada ikan.
Ø  Pada saat panen dilakukan upaya untuk menghindari terjadinya penurunan mutu dan kontaminasi ikan
Ø  Penanganan ikan dilakukan secara higienis dan efisien sehingga tidak menimbulkan kerusakan fisik
7.      PENANGANAN HASIL
Peralatan dan perlengkapan untuk penanganan hasil mudah dibersihkan dan didesinfeksi (bila perlu) serta selalu dijaga dalam keadaan bersih Ikan mati segera didinginkan dan diupayakan suhunya mendekati 0° C di seluruh bagian. Proses penanganan (sortir, penimbangan, pencucian, pembilasan, dll) dilakukan dengan cepat dan higienis tanpa merusak produk. Berdasarkan persyaratan yang berlaku, bahan tambahan & kimia yang dilarang tidak digunakan pada ikan, yang diangkut dalam kondisi mati atau hidup)

6) Transportasi
Peralatan dan fasilitas pengangkutan yang digunakan mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya (boks, wadah, dll) Pengangkutan dalam kondisi higienis untuk menghindari kontaminasi sekitar (seperti udara, tanah, air, oli, bahan kimia, dll) dan kontaminasi silang. Suhu produk selama pengangkutan mendekati suhu cair es (0°C) pada seluruh bagian produk Ikan hidup ditangani dan dijaga dalam kondisi yang tidak menyebabkan kerusakan fisik atau kontaminasi :
Ø  Hanya ikan dan udang yang sehat yang dipilih untuk pemeliharaan dan transportasi dalam kondisi hidup.
Ø  Selama transportasi stress harus ditekan dengan menjaga kualitas air dan kepadatan ikan yang optimal. Air yang digunakan untuk wadah pengangkutan, atau untuk resirkulasi selama pengangkutan atau untuk adaptasi ikan, harus sama kualitas dan komposisinya dengan air asal untuk mengurangi stress pada ikan.
Ø  Air tidak boleh terkontaminasi oleh kotoran manusia atupun limbah industri. Wadah dan peralatan transportasi harus dirancang dan dioperasionalkan dengan higienis untuk mencegah kontaminasi;
Ø  Apabila menggunakan air laut dalam wadah pengangkutan, untuk spesies yang rentan terhadap kontaminasi, air yang digunakan selama transportasi tidak boleh terkontaminasi apapun.
Ø  Tidak boleh melakukan pemberian pakan selama penampungan dan transportasi ikan.
Ø  Apabila menggunakan air laut dalam wadah pengangkutan, untuk spesies yang rentan terhadap kontaminasi racun alga,air laut yang mengandung konsentrasi alga yang tinggi harus dihindari atau disaring/filter terlebih dahulu.
Ø  Air tidak boleh diganti selama transportasi, idealnya menggunakan sistem resirkulasi, tetapi apabila penggantian air perlu dilakukan, maka penggantian harus dilakukan dengan hati-hati dan higienis.
Ø  Ikan hidup harus ditangan sedemikian upa untuk menghidari stress. Alat dan wadah transportasi ikan hidup harus dirancang untuk mendukung penangan dengan cepat dan efisien tanpa menyebabkan kerusakan fisik atau stress.

No comments:

Post a Comment

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Laatar Belakang Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk pengg...